Rabu, 29 Juni 2022

Menara Batu


Begitu arunika tiba, maka mangata di sungai kecil ini pun menghilang. Cahaya nya yang berpendar terkalahkan oleh terangnya surya. Kesempatan rehat ini, waktu yang tepat untuk kembali ke alam. Menyentuh rerumput yang basah karena embun dan hadirkan arumi yang begitu khas menyapa hidung mungilku. Saujana menghampar tingginya pepohon, riuh rendah gemercik air, birunya nabastala dipenuhi mega yang berarak. Benar, Tuhan ciptakan bentala begitu indah. Walau langkah ku belum berhasil menjelajahi luasannya.

Beberapa batu basalt yang dikumpulkan keponakan ku dari anak air yang kami lalui, menarik perhatianku. Benda yang berasal dari magma membeku hingga berwarna hitam legam itu menantang untuk ku susun. 

Tap ... tap .... tap... Berhasil disusun dan agak meninggi, tak lama kembali jatuh. Coba ku lihat apa penyebabnya dan ku susun kembali dengan lebih hati-hati dan sabar; dari susunan awal hingga pada ketinggian tertentu, dan ... berhasil tegak. Tak jatuh meski disenggol. Owh, rupanya perlu penyesuaian letak, bentuk, keseimbangan, teknik dan taktik, juga kesabaran dan tekanan yang pas.

Cukup lama ku nikmati miniatur batu yang tidak terlalu tinggi itu. Lalu, tetiba aku ingin tambahkan susunannya. Siapa tahu bisa lebih tinggi. Dengan menerapkan cara yang sama, ku tambah susunan batu agar lebih menjulang. Namun jatuh. Ku coba lagi, jatuh lagi. Ku ubah cara, tetap kembali jatuh.  

Oooou... mungkin itu adalah batas maksimal ketinggian batu yang bisa disusun. Meski sudah berjuang berkali-kali, tetap tak bisa menambah tinggi susunannya. Teringat sebuah kata "Masthatho'tum" dalam surat cinta Nya (At-Taghabun: 16). 

Ia hanya perintahkan untuk berusaha, bertakwa, berjuang, bergerak, belajar, berproses, dan bertahan semaksimal kemampuan yang dimiliki. Lalu pasrah dan serahkan padaNya Yang Maha Berdaya. Biar Ia yang urus selanjutnya, karena sejatinya setiap kita memiliki batas kemampuan.

Setiap insan, sudah ada takarannya masing-masing. Ukuran suksesmu, bukanlah takaran untuk ku. Bahagiamu juga boleh jadi bukan ukuranku. Sedihmu pun mungkin tak sama dengan sedih ku. Lalu, apakah yang mau disaingkan jika sejatinya tak ada yang apple to apple? Stone to stone?

0 comments: