bismillahirrahmanirrahiim,...
Rabu 27 Januari 2016. Siang ini di kelas tinggal kami berempat.
Naufal yang masih menikmati snack
nya, Naira yang sedang mengamati keadaan, Aku nan tengah asik menyantap sarapan
sembari berdiskusi dengan Pak Fatwa partner kelasku, sementara anak-anak
menghabiskan waktu istirahatnya dengan bermain di playground.
“Bu Rima, Bu Rima punya adik?” tanya putri semata wayangku menghentikan diskusi aku dan Pak Fatwa.
“Punya Nai” jawabku singkat.
“Adik nya laki-laki atau perempuan?” tanyanya dengan mata berbinar.
“Adik aku laki-laki Nai” jawabku sembari menatap wajahnya yang menggemaskan.
“Owh, aku kira perempuan. Adiknya Bu Rima sudah besar atau masih kecil?” tanyanya penasaran.
“Adik Aku sudah besar Nai, sudah lebih besar dari Pak Fatwa” tegasku sambil mencubit pipinya nan putih merona.
“Nama adiknya Bu Rima siapa?” selidiknya.
“Namanya David, kakak cantik” jawabku sambil kembali ku cubit pipi tembamnya.
“Owh.. oke deh Bu Rima” ucapnya sembari berlalu ke luar kelas.
Perbincangan kami berakhir. Naira tak bertanya kembali
tentang adikku. Dua hari berlalu, aku mulai lupa dengan diskusi ringan ku
dengan Naira di kelas saat istirahat dua hari lalu. Namun sepertinya tidak
dengan Naira.
Jum’at adalah jadwal renang kami. Setelah buka kelas, kami
segera menuju kolam renang. Anak laki-laki renang di tempat berbeda dengan
kami. Otomatis fokus utamaku adalah menjaga Naira, meski aku tetap tidak boleh
mengabaikan anak-anak kelask- yang lain.
Naira menghampiriku dengan membawa sebuah amplop hijau muda.
Dengan wajahnya yang tersenyum Naira memberikan amplop tersebut kepadaku.
“wah... ini surat Nai?” tanyaku terkejut
“iya bu” jawabnya singkat
“Aku dapat surat lagi Nai? Ini untuk ku Nai?” tanyaku antusias
“Bukan, surat ini untuk adiknya Bu Rima” ujarnya penuh semangat
“ini buat adiknya Bu Rima? Tapi adiknya Bu Rima ga ada di sini Nai. Tinggalnya jauh di luar kota. Aku ngasihnya lama, ga papa?” Tanyaku kembali
“iya ga papa” jawabnya singkat
“apa ni isinya? Aku jadi penasaran” tanyaku disambut tawa kecilnya
“buka aja Bu, boleh kok. Sini aku bantu, bukanya dari sini ya bu. Lemnya dicopot aja” jawabnya sambil membantukumenunjukkan cara membuka amplop.
“jangan deh, ini kan buat adiknya Bu Rima. Nanti aja aku bukanya” cegahku
“ga papa Bu aku kan juga pengen, Bu Rima liat isinya” ucap Naira
Kubuka surat itu perlahan, ku keluarkan isinya. Sebuah kertas
origami halus berwarna kuning menyala dan sedikit warna merah cabai. Ku perhatikan
bentuknya nan terlipat. Ku buka perlahan hingga ku tahu ternyata kertas origami
itu berbentuk kapal berwarna kuning dengan hiasan ornamen merah.
“Ini kapal Nai?” tanyaku singkat
“Iya Bu. Aku buat sendiri loh.” jawabnya
“Kapal-kapalannya buat apa Nai?” tanyaku kembali
“Buat adiknya bu Rima main. Tolong sampein ya bu.” Ucapnya anusias dan mata berbinar.
“Iya Nai, in sya Allah aku sampaikan. Makasih ya Nai.”
Aku tak menyangka Naira perhatian pada adikku. Pemberiannya membuatku
sangat terharu. Meski Naira tak pernah kenal dan berjumpa pada adikku, ia mau
bersusah payah membuat kapal-kapalan untuk adikku bermain. Terimaksih ya Nai,
perhatianmu begitu berarti buatku. Perhatianmu mengajarkanku bahwa peduli itu
tak harus pada orang yang dikenal dan pernah dijumpai. Peduli itu berlaku bagi
semua mahluk Allah. Terimakasih guru mungilku, atas ilmu nya pagi ini.
2 comments:
Nai anak yang baik :)
Salam buat Nai ya Bu Rima :D
iya Za, Nai anak baik dan manis. in Sya Allah nanti disampaikan
Posting Komentar