bismillahirrohmanirrohiim....
Jum’at 23 oktober adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh
siswa kelas 3 Ammar bin Yasir karena mereka akan membuka cafe sebagai project
business nya pada tema pembelajaran kali ini.
De’flora cafe, nama yang mereka pilih untuk cafe saung
mereka. Buka hanya satu hari mulai pukul 09.00 – 10.00. hanya satu jam saja
cafe itu buka, maka tak heran para orang tua telah ramai menanti sedari pagi. Tak
terkecuali dengan anak-anakku SD 2 Abdurrahman Bin Auf.
Pagi itu kami tengah asik membuat mainan air di halaman
sekolah. Beralaskan terpal dan berpayung rimbunnya pohon rambutan, anak-anak
begitu antusias menyelesaikan maianan air mereka. Senyum mengembang di wajah
polos mereka, teriakan tanda senang telah berhasil membuat mainan sendiri
bersahut-sahutan satu demi satu. Atraksi anak-anak yang telah berhasil
menyelesaikan pekerjaannya semakin memotovasi anak-anak yang belum selesai. Ada wajah ceria, ada wajah senang dan ada
wajah penasaran untuk bersegera menyelesaikan tantangan terlukis jelas menghiasi pandanganku.
Sayang.... Suasana kondusif seperti itu tak berlangsung lama
setelah terdengar alunan instrument
musik dari saung kelas 3. Tak sedikit anak-anakku ‘clingak-clinguk’ dan
menengadahkan kepalanya mencoba melihat suasanan di SD 3. Tak sedikit juga
kicauan bertandang ke telingaku
“ayo bu... cepat, nanti aku ga kebagian”....
ucap seorang anakku panik takut kehabisan.
“ Selesaikan dulu tugas kita, jam
setengah 10 kita baru ke cafe” sergahku tegas. Tak ada pilihan. Mereka bersabar
dan menanti waktu yang telah ku janjikan.
“yeay... times is up” ucapku yang disambut sorakan dan
lompatan keceriaan. “ kita rapihkan ini
semua, kalian cuci tangan baru ke cafe ya!” tambahku.
“okey...bu, siyaaaap”
buru mereka.
Suasana cafe begitu ramai dan padat. Kami harus mengantri
mencari meja-meja yang kosong. Satu persatu konsumen pergi. Akhirnya anak-anakku
bisa mendapatkan meja. Salman, Abrar, Muaz, Syafiq memesan es
blubery sedangkan Dido dan Sultan masing-masing memesan roti bakar dan es blubery. Naufal memesan kacang
dan es blubery, sementara Naira hanya membeli buku saku lalu kembali bermain di
play ground.
Detik berjalan begitu cepat hingga berganti menit. Pesanan tak
jua hadir. Anak-anakku mulai lelah menunggu. “sudah... kita kembali ke kelas
yuks, waktunya sudah habis. Saatnya pelajaran matematika.” Ucapku menguji ke
tahanan mereka.
“ga ah bu, kitakan udah pesen. Kasian kalau dibatalin” ucap
Salman membantah halus.
Masha... Allah, batinku lirih berucap, kagum melihat
tanggung jawab mereka. Beberapa kali ku coba menggoda merekka membatalkan
pesanan, namun tak berhasil. Point pertama ku dapat. Komitmen dan bertanggung
jawab pada tindakan. Thanks guys, sudah hadiahkanku contoh konkrit hari ini.
Menit semakin berlari. Kegelisahan semakin merajai
wajah-wajah lugu itu. Kali ini tak lagi ku goda mereka.
“sabar ya... kakak-kakakkan masih belajar,
kalian tunggu aja. Nanti juga datang” bujukku berharap dapat menenangkan.
Beberapa menit berlalu, akhirnya pesanan datang. Sayangnya tak
sesuai permintaan. Es tinggal tiga gelas. Sulthan segera mengambil segelas es
dan sepiring roti bakar.
" Tinggal dua gelas, bagaimana ini?” Tanyaku.
“owh,
gini aja, satu gelas berdua. Kan pas tuh. Aku sama Abrar, Syafiq sama Muaz. Nanti
kita bayarnya patungan” seru Salman memberi solusi.
Akhirnya mereka dapat
menikmati es yang segar itu tanpa masalah. Point ke dua kudapat. Fokus pada problem solving. Bukan menghujat tak tentu arah.
Di meja berbeda ku lihat Dido tengah menikmati roti bakarnya.
Sepotong demi sepotong roti telah ditelannya dengan lahap. Sementara di pojok
yang berbeda ku lihat Naufal tengah asik menikmati kacang goreng dan segelas
blubery nya. “anak-anak anteng kalau
lagi makan” bisik kalbuku.
“hei...kalian, bagaimana ini... kenapa minum pesananku tak
juga datang” nada tinggi Dido mengagetkanku.
Ku tatap dari kejauhan. Ku lihat
kakak-kakak SD 3 tengah menjelaskan pada adiknya bahwa minumannya telah habis
dan mereka tidak bisa menyediakan pesanan sang adik kelas.
“tidak mau tahu,
kalau tidak ada minum, aku tidak mau bayar” ucap Dido dengan logat Medannya
yanng masih tersisa.
Ku tanya pada SD 3 tentang kejadian tersebut. Ku temui pak Hendi
–guru kelas mereka- ku beri tahu keluhan Dido. Tenryata es yang siap minum
telah habis. Tinggallah es beku yang belum dicairkan. Ku minta pada mereka
untuk mencairkan es itu dan memberikan pada Dido. Sementara itu, ku dekati
Dido dan ku tanyakan ada apa. Ku regulasi emosinya. Kusampaikan padanya bagaimana
cara menyampaikan keluhan yang baik. Bocah gempal nan lucu itu terdiam dan
memahami kata-kataku. Segera ia perbaiki ucapannya. Sang petugas cafe pun
memahami sikap Dido. Point pembelajaran kembali ku dapat. Menuntut hak
diperbolehkan, aslakan dengan cara yang baik, sedangkan estimasi diperlukan
agar tidak merugikan hak orang lain.
Cafe hampir tutup. Masih ada 2 pot portulaca yang belum
terjual. Inisiatif kembali muncul.
“kita beli aja yuk tanamannya. Kasian kakak
SD 3 kalau dagangannya ga laku.” Ucap Salman.
“tapi uang ku ga cukup” tambah
Abrar.
“ya udah kita patungan aja lagi” imbuh Muaz.
“owh iya bener, tapi
Muaz...kamu ga usah patungan ya, aku aja yang beli untuk kita berdua. Kan tadi
kamu udah bayarin aku es” sambung Syafiq.
Tak sampai 5 menit tanaman portulaca
ludes terjual. Kembali ku dapatkan point. Tak selalu membeli sesuatu karena
kebutuhan, adakalanya membeli karena ingin membantu sesama. Tak selamanya keterbatasan
menghambat kita menolong orang lain. Bila kita bersatu. Maka masalah akan lebih
mudah teratasi.
Jam pelajaran matematikaku memang terpangkas separuhnya. Tapi
aku senang dan merasa beruntung. Anak-anakku belajar banyak hari ini. Tak hanya
sekedar hitung-hitungan matematis yang menjujung tinggi kognitif, namun juga
kesabaran, tanggung jawab, saling tolong, bagaimana cara menuntut hak,
estimasi, sosialisasi dan banyak hal lagi telah mereka dapatkan hari ini. Terimakasih
SD 3, terimakasih kakak-kakak telah membuka de’flora cafe hingga adik-adikmu
mendapatkan banyak pembelajaran pada event kali ini.
0 comments:
Posting Komentar