Rabu, 05 Agustus 2020

Take it or leave it


Mau berdamai dengan realita meski jauh dari idealisme, namun kau tetap bisa ambil peran dan berkontribusi?
Atau bertahan dengan idealisme dan kau mati dalam kesia-siaan?
Mungkin itu kalimat yang belakangan bercokol dikepalaku, juga kepalamu.

Benar ternyata, terkadang realita tak sesuai ekspektasi. Apa yang menurutku seharusnya, ternyata tidak demikian adanya. Apa yang menurutku lazim dikenal
khalayak, namun tak begitu keadaannya. Ternyata subjektifitas begitu kental terasa. Lantas, dimanakah tolak ukur yang sebenarnya? Apakah yang menjadi indikator untuk menilai benar atau salah?

Lalu dimanakah warisan Sang Nabi tentang tabayun yang selalu kalian gembar-gemborkan? Namun tak demikian yang kalian lakukan padaku, pada teman-temanku, pada orang-orang yang tak sepaham dengan kalian? Ketika klarifikasi yang diberikan, namun defance yang kalian anggap. Pertanyaan dikepalaku semakin bertambah. Apa itu tabayun? adakah pemahaman kita berbeda? Apa beda klarifikasi dengan defance? Hai tuan dan nyonya, mohon jelaskan!

Jadi leader itu harus adil. Begitu katamu menceramahi ku. Namun sayangnya aku jadi mempertanyakan dimana letak keadilan yang sering kau gemakan ketika kau memvonis sepihak tanpa mencoba mencari fakta lain? Apakah ia telah menguap seiring sanjungan yang mengangkasa kalian terima dari mereka? Apakah ia telah tertelan lips service yang kalian lakukan?

Owh... Sampai kapan budaya ini lestari? Kalian yang tak siap heterogen, kalian yang tak siap berubah, kalian yang tak siap dengan dinamisasi; lalu mengapa orang lain yang dikerdilkan? Mengapakah orang lain yang karakternya kalian bunuh? Lupakah kalian bahwa sehebat-hebat kalian menyusun makar, makar NYA lebih dahsyat. Lupakah kalian bahwa semua yang terjadi akan dimintai pertanggungjawaban. Owh iya, aku lupa; tentu saja kalian ingat. Kaliankan asisten pencatat amal orang.

Baiklah... Mungkin aku memilih berdamai dengan realita. Karena dengannya, aku (kami) bergerak dan berkontribusi. Saatnya menjawab ujian cinta. Saatnya menyelesaikan ujian keikhlasan. Semoga kami lulus.

Baiklah... Kami memilih berdamai dengan realita. Karena dengannya kami akan bergerak dan berkontribusi, dibanding harus bertahan dengan idealisme, namun diam dan stagnan. Bagai kerbau dicucuk hidung. Hingga mati dalam kesia-siaan. Saatnya meluruskan niat, untuk apakah kami bergerak dan berkontribusi. Saatnya untuk take it or leave it.... 

2 comments:

Asriani Amir mengatakan...

Hai dik, lama tak menjejak.

Yap, jaman sekarang terkadang untuk tetap waras, qt harus menangkan realistis.

belajarberubahberproses mengatakan...

Hai kakak, apa kabar ka? Makasar sehat?

Iya ka, lama tak ada jejajak kakak di sini...

Sehat selalu kakak