Bismillahirrahmanirrahiim...
September ceria..... jadi
teringat sebuah lagu milik penyanyi lawas, yup.... september kali ini akan
lebih ceria karena SD 2 Ibnu Batutah mendapatkan seorang siswa baru pindahan
dari Australia, Fawwaz Absyar Rifai namanya. Ketika ku sampaikan kabar ini pada
anak-anakku, mereka senang sekali mendapatkan teman baru. Pertanyaanpun begulir
silih berganti dari lisan-lisan polos mereka. “berarti Fawwaz itu bule ya bu
Rima?” salah satu pertanyaan yang membuatku geli. “iya bule, bule lokal”
candaku sambil terkekeh. “Fawwaz asli orang Indonesia, hanya saja dia tinggal
di Australia karena ayah dan ibunya kuliah di sana” ucapku meluruskan candaku
sebelumnya.
Tantanganku bertambah dengan
hadirnya Fawwaz yang belum lancar berkomunikasi dengan bahasa Indonesia
sedangkan bahasa Inggrisku sangat tidak lancar. Untunglah ia masih sedikit
paham dengan bahasa bangsanya. Selain bahasa, tantanganku selanjutnya adalah
membuat Fawwaz (dan semua siswa) nyaman sekolah di sini dan membantunya mampu
bersosialisasi dengan teman-temannya.
Hari yang dinanti tiba. Fawwaz
mulai sit in di kelas kami. Ia
terlihat diam. Mungkin masih belum biasa pada lingkungan barunya atau bingung
mengikuti perbincangan kami. Satu hal yang menarik, Fawwaz cepat akrab dengan
teman sekelasnya meskipun diantara mereka terkendala bahasa. Sepertinya bahasa
permainan begitu universal dikalangan anak-anak sebab apapun bahasa yang mereka
gunakan mereka tetap nyambung saat
bermain.
Hari-hari berlalu. Fawwaz semakin
akrab dengan teman-temannya bahkan dengan adik-adik kelasnya. Satu tantangan
berhasil terlewati. Tantangan yang masih harus ku taklukkan adalah menyampaikan
materi dengan bahasa yang dapat dipahami Fawwaz dan memahami apa yang Fawwaz
sampaikan. Tentulah ini bukan hal yang mudah bagi kami mengingat kemampuan bahasa
kami yang tak senada. Sering aku tak paham apa yang ia ucapkan. Kalimatnya
terdengar seperti orang yang berkumur-kumur di telingaku. Terkadang Fawwaz yang
paham dengan maksudku tetapi Ia tak tahu bagaimana harus menyampaikannya
kepadaku. Dan ternyata hal ini juga dialami oleh anak-anak. Pernah suatu ketika
Fawwaz menggunakan ‘bahasa fisik’ kepada seorang temannya karena ia bingung
menyampaikan maksudnya. Suatu hikmah
yang dapat kuambil adalah aku jadi termotivasi dan belajar untuk bisa berbahasa
Inggris dengan baik dan benar. Hal ini juga dirasakan oleh anak-anak.
Suatu ketika Gavan memulai
berkomunikasi dengan Fawwaz dengan menggunakan bahasa Inggris. Ternyata ia
mengamati dan merekam setiap kali Fawwaz berbicara dengan bahasa Inggrisnya.
Bahkan beberapa kali Gavan terlihat bertanya pada Fawwaz mengenai vocab. Begitu juga dengan anak-anak
lain. Beberapa kesempatan terkadang Hakim berkomunikasi dengan Fawwaz
menggunakan bahasa Inggris. Alhamdulillah, anak-anak mendapatkan guru bahasa
Inggris yang sebaya. Semoga hal ini menambah kemampuan mereka dalam berbahasa
Inggris.
Hari terus berganti. Banyak
keajaiban dari si bule’ lokal itu. Fawwaz anak yang sangat aktif dan
kinestetis. Energinya tak habis-habis. Ia sering tiba-tiba menghilang di kelas.
Terkadang aku menemukannya di kandang bebek, di bawah kelas atau di lapangan.
Ia senang dengan ayam dan bebek peliharaan kami dan Fawwaz juga senang bereksperimen sendiri. Suatu ketika ia menghadiahiku
telur ayam yang ia temukan di kolong kelas, atau memberikanku sebuah balok
kecil yang menurutnya charger bagi tubuh manusia ketika kami sedang serius
belajar . Pernah juga Fawwaz menghadiahiku seekor siput yang ia tangkap dari
kolam ikan kami. Fawwaz-Fawwaz, selalu saja ada tingkahmu yang mewarnai
pelangiku.
Meski Fawwaz sering ‘hilang’ dari
kelas namun daya tangkapnya terhadap pelajaran tergolong cepat dan baik. Ia
dapat mengahafal surat Al-Balad hanya dengan mendengar teman-temannya
muroja’ah. Beberapa kali ia memperdengarkan hafalanya padaku saat aku
hadir ketika mereka sedang jam
Al-Qur’an. Pelajaran umumpun dapat dikuasainya dengan baik. Hal yang
mengejutkanku adalah ketika kami sedang mengadakan event Indonesian Day tepat satu hari sebelum Fawwaz sit in. Sekolah
mengundang Fawwaz beserta orang tuanya untuk menyaksikan acara tersebut. Moment
itu ku manfaatkan untuk mengenalkan Fawwaz pada teman-teman barunya. Selain itu
ku sampaikan padanya bahwa SD 2 akan tampil menari Saman pada acara Indonesian
Day. Hal yang mengejutkanku adalah Fawwaz tiba-tiba berbaris dibarisan SD 2
ketika anal-anak akan performance.
Anak-anak membawakan tari Saman, Fawwaz mengamati dan mengikuti gerakan
teman-temannya. Masya Allah... Ia terlihat begitu lancar mempraktekkan tari
Saman. Padahal Fawwaz belum pernah
sekalipun ikut latihan bersama kami.
Tiada hari tanpa cerita dari si
bule’ lokal. Fawwaz mengirimi ku surat. “hallo Bu Rima apa akabr?, aku senang
sekolah di sini, aku senang sama bu Rima” isi suratnya singkat. Ada yang
memanas di pelupuk mataku. aku terdiam sejenak, tak tahu harus berkata apa. Ada
haru yang membuncah dalam sudut hatiku. Ku tatap matanya, ku balas secara lisan
suratnya. Ku katakan padanya “Alhamdulillah Fawwaz, kabarku baik dan kabarku
menjadi lebih baik setelah aku terima surat Fawwaz. Aku juga senang sama
Fawwaz. Semoga Fawwaz semakin senang dan semangat sekolah di sini ya nak”. Ucapanku dibalas dengan senyum
manis dan pelukan dari nya. Kejadian ini kembali berulang di akhir semester 1.
Fawwaz kembali mengirimiku sepucuk surat dengan isi yang sama persis dengan
suratnya yang pertama. Masya Allah.... terimakasih duhai Rabbi, telah izinkan
ku merasakan cinta dari hambamu yang mungil ini.
Tiada hari tanpa cerita dari si
bule lokal. Pernah ia menawarkan cokelat padaku. Ketika ia melihat tanganku
sedang berlumur lem kertas, ia berinisiatif menyuapi cokelatnya ke mulutku. Aku
terdiam.
“ayo bu Rima buka mulutnya” kalimatnya memecahkan keheninganku. Segera ku buka mulutku. “enakkan Bu Rima?” tanyanya yang kubalas dengan anggukan kepala dan ucapan terima kasih.
Cerita berikutnya datang saat jam
free play. Tiba-tiba ia datang
menghampiriku dengan membawa seekor kaki seribu.
“Bu Rima, aku mau ajari Gavan untuk tidak takut dengan ini” izinnya sembari menunjukkan hewan kecil yang melingkar di telapak tangannya.
“silahkan Fawwaz, yakinkan Gavan untuk tidak panik ya” ucapku padanya yang dibalasnya singkat: “oke”
“Gavan, lihat! ini aman. Dia tidak gigit. Kamu jangan takut ya. Anggap ini kucing, kucing yang lucu. Ucap Fawwaz dengan aksen Australinya yang kental.
“tidak, tidak... aku tidak mau” jawab Gavan panik.
“jangan takut! Jangan panik! Kamu lihat ini, anggap ini kucing ya” kalimatnya menenangkan Gavan. Tanpa menyerah Fawwaz terus meyakinkan dan menenangkan Gavan. Beberapa kali ia mencoba. Ia ingin sahabatnya tidak takut lagi dengan kaki seribu.
“aku maunya kalau kaki seribunya digulung. Letakkan di tanganku ya!” pinta Gavan yang mulai memberanikan diri memegang kaki seribu.
“hebat, hebat Gavan. Kamu bisa, kamu tidak taku lagi” teriak Fawwaz bahagia sembari meletakkan kaki seribu di tangan Gavan.
Fawwaz saat bertugas menjaga tiket masuk pameran transportasi Project SD 2 Ibnu Batutah |
Ada-ada saja tingkahnya, kadang
memancing emosi, kadang menghadirkan gelak tawa, kadang membuatku mengharu
biru, tak jarang pula ia mengundang decak kagum. Terlepas dari itu Fawwaz sang
bule lokal adalah seorang bocah polos nan lugu dengan rasa ingin tahu yang
begitu besar ditambah energi yang seperti tak ada habisnya yang saat ini diamanahkan
menjadi guru mungilku. Fawwaz... Fawwaz.... terimakasih ya nak, telah
membantuku melukis pelangi. Ku tunggu cerita seru darimu selanjutnya. Doakan
aku untuk bisa menyelesaikan amanah ini dengan sebaik-baiknya dan seoptimal-optimalnya.
0 comments:
Posting Komentar