Selasa, 27 Oktober 2015

pencerahan di hari Sabtu

Bismillahirrohmanirrohiim....



Enlighment yang diadakan Sabtu, 24 Oktober kemarin oleh Sekolah Alam Indonesia (SAI)  bagi seluruh keluarga besar SAI sungguh memberikan pencerahan padaku. Stadium general yang diisi oleh Bapak Aris Ahmad Jaya sang motivator terkenal itu sangat menginspirasi. Yang paling terngiang dalam memory ku adalah menjadi orang yang menyenangkan bagi sesama, perbanyak memberi bukan meminta dan banyak-banyaklah mengangkat jempol. Aku belajar menerapkan ilmu yang baru saja ku terima, mulai dari saat ini, mulai dari yang kecil. 



Senin pagi saat buka kelas, ku coba terapkan ilmu dari Pak Aris. Banyak-banyaklah memberi, bukan meminta. Salah satunya dengan cara mendoakan mereka. Jadi.... anak-anakku masih banyak yang belum mengeluarkan suara saat buka kelas. "Semoga pagi ini yang mau membaca doa dan dzikir al ma'tsurat dimudahkan dalam belajar, diberi kecerdasan oleh Allah, diberi kemudahan dalam menghafal Qur’an, membaca utsmani, dimudahkan dalam memahami ilmu dan semakin disayang orang tua. Aamiin." Doaku tepat di hadapan mereka. 


Dan... Masha Allah, semua anak mengeluarakan suaranya saat berdoa dan berdzikir. Padahal selama ini aku selalu meminta mereka untuk mengeluarkan suara ketika buka kelas, namun tidak semua dari mereka memenuhi pintaku. Ketika ku rubah caraku dengan cara memberi doa pada mereka, dengan sekejap semua anak mengeluarkan suaranya untuk berdoa dan berdzikir pagi dengan tertib...... Masha Allah. Benar kata pak Aris, perbanyaklah memberi bukan meminta, maka kan kau temui keajaiban

Kejadian berikutnya adalah ketika siang hari, Sulthan, salah seorang anak kelasku, main ayunan di play ground, didorong oleh temannya Naufal. Naufal salah satu ABK di sekolah kami. Saat Naufal mendorong ayunan terlalu keras, Sulthan terjatuh. Naufal tertawa dan menunjuk ke arah Sulthan sambil berkata, "Jatuuh". Sulthan sangat marah, mengejar Naufal dan melapor padaku tentang yang dilakukan Naufal kepadanya. 


Sambil tergopoh-gopoh menahan amarah ia menceritakan kejadianya panjang lebar. Aku diam sejenak kemudian berkata, "Sulthan marah ya? Iya, bu Rima mengerti. Tapi taukah Sulthan? Sulthan sudah membantu Naufal untuk belajar bicara." 
Naufal salah seorang ABK di sekolah kami, autis dan speed delay. Amarah Sulthan langsung menyusut.  
"Bener, aku sudah bantu Naufal bicara?" Dengan tatapan penuh tanya, Sulthan bertanya padaku.
"Iya. Mudah-mudahan jadi pahala untuk mas Sulthan ya. Terima kasih sudah mau bersabar dengan Naufal." Jawabku. Sulthan mengangguk, melangkah pergi meninggalkan ku dengan wajah yang cerah.


Kejadian selanjutnya adalah saat tutup kelas. Setelah evaluasi pembelajaran selama sehari, aku mendoakan anak-anakku untuk datang on time dan tidak terlambat masuk kelas. Sudah setengah semester ini masih ada saja anak-anakku yang datang terlambat ke sekolah. Dan... benar saja, ketika selasa pagi kami akan buka kelas, tinggal satu anakku yang belum datang. Barulah sepuluh menit kemudian ia hadir. Dan itu artinya semua anakku telah lengkap kehadirannya sebelum kelas pertama dimulai. Alhamdulillah. -besok, Rabu 28 Oktober, tepat di hari sumpah pemuda... kira-kira kejutan apalagi ya yang akan kuterima dari anak-anak idiologisku, *hemh... jadi penasaran-.


Saat ini, aku sedang belajar lebih banyak menggunakan jempol ku, dari pada telunjuk ku. Lebih bersabar melihat anak-anak berproses, mencintai anak-anak ku tanpa syarat apa pun, menerima mereka apa adanya dan memberikan pendidikan terbaik yang bisa aku berikan.
Semoga ini kelak menjadi pemberat timbangan ku di yaumil akhir. Semoga menghadirkan Ridho dan cinta dari Sang Maha Baik. Aamiin 





Jumat, 23 Oktober 2015

De'FLora Cafe

bismillahirrohmanirrohiim....


Jum’at 23 oktober adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh siswa kelas 3 Ammar bin Yasir karena mereka akan membuka cafe sebagai project business nya pada tema pembelajaran kali ini.

De’flora cafe, nama yang mereka pilih untuk cafe saung mereka. Buka hanya satu hari mulai pukul 09.00 – 10.00. hanya satu jam saja cafe itu buka, maka tak heran para orang tua telah ramai menanti sedari pagi. Tak terkecuali dengan anak-anakku SD 2 Abdurrahman Bin Auf.

Pagi itu kami tengah asik membuat mainan air di halaman sekolah. Beralaskan terpal dan berpayung rimbunnya pohon rambutan, anak-anak begitu antusias menyelesaikan maianan air mereka. Senyum mengembang di wajah polos mereka, teriakan tanda senang telah berhasil membuat mainan sendiri bersahut-sahutan satu demi satu. Atraksi anak-anak yang telah berhasil menyelesaikan pekerjaannya semakin memotovasi anak-anak yang belum selesai.  Ada wajah ceria, ada wajah senang dan ada wajah penasaran untuk bersegera menyelesaikan tantangan terlukis jelas  menghiasi pandanganku.

Sayang.... Suasana kondusif seperti itu tak berlangsung lama setelah terdengar  alunan instrument musik dari saung kelas 3. Tak sedikit anak-anakku ‘clingak-clinguk’ dan menengadahkan kepalanya mencoba melihat suasanan di SD 3. Tak sedikit juga kicauan bertandang ke telingaku 
“ayo bu... cepat, nanti aku ga kebagian”.... ucap seorang anakku panik takut kehabisan.
 “ Selesaikan dulu tugas kita, jam setengah 10 kita baru ke cafe” sergahku tegas. Tak ada pilihan. Mereka bersabar dan menanti waktu yang telah ku janjikan.

“yeay... times is up” ucapku yang disambut sorakan dan lompatan  keceriaan. “ kita rapihkan ini semua, kalian cuci tangan baru ke cafe ya!” tambahku.
“okey...bu, siyaaaap” buru mereka.

Suasana cafe begitu ramai dan padat. Kami harus mengantri mencari meja-meja yang kosong. Satu persatu konsumen pergi. Akhirnya anak-anakku bisa mendapatkan meja. Salman, Abrar, Muaz, Syafiq  memesan es blubery sedangkan Dido dan Sultan masing-masing memesan roti bakar dan es blubery. Naufal memesan kacang dan es blubery, sementara Naira hanya membeli buku saku lalu kembali bermain di play ground.

Detik berjalan begitu cepat hingga berganti menit. Pesanan tak jua hadir. Anak-anakku mulai lelah menunggu. “sudah... kita kembali ke kelas yuks, waktunya sudah habis. Saatnya pelajaran matematika.” Ucapku menguji ke tahanan mereka. 
“ga ah bu, kitakan udah pesen. Kasian kalau dibatalin” ucap Salman membantah halus. 
Masha... Allah, batinku lirih berucap, kagum melihat tanggung jawab mereka. Beberapa kali ku coba menggoda merekka membatalkan pesanan, namun tak berhasil. Point pertama ku dapat. Komitmen dan bertanggung jawab pada tindakan. Thanks guys, sudah hadiahkanku contoh konkrit hari ini.

Menit semakin berlari. Kegelisahan semakin merajai wajah-wajah lugu itu. Kali ini tak lagi ku goda mereka. 
“sabar ya... kakak-kakakkan masih belajar, kalian tunggu aja. Nanti juga datang” bujukku berharap dapat menenangkan.

Beberapa menit berlalu, akhirnya pesanan datang. Sayangnya tak sesuai permintaan. Es tinggal tiga gelas. Sulthan segera mengambil segelas es dan sepiring roti bakar. 
" Tinggal dua gelas, bagaimana ini?” Tanyaku. 
“owh, gini aja, satu gelas berdua. Kan pas tuh. Aku sama Abrar, Syafiq sama Muaz. Nanti kita bayarnya patungan” seru Salman memberi solusi. 
Akhirnya mereka dapat menikmati es yang segar itu tanpa masalah. Point ke dua kudapat. Fokus pada  problem solving. Bukan menghujat  tak tentu arah.

Di meja berbeda ku lihat Dido tengah menikmati roti bakarnya. Sepotong demi sepotong roti telah ditelannya dengan lahap. Sementara di pojok yang berbeda ku lihat Naufal tengah asik menikmati kacang goreng dan segelas blubery nya. “anak-anak anteng kalau lagi makan” bisik kalbuku.

“hei...kalian, bagaimana ini... kenapa minum pesananku tak juga datang” nada tinggi Dido mengagetkanku. 
Ku tatap dari kejauhan. Ku lihat kakak-kakak SD 3 tengah menjelaskan pada adiknya bahwa minumannya telah habis dan mereka tidak bisa menyediakan pesanan sang adik kelas. 
“tidak mau tahu, kalau tidak ada minum, aku tidak mau bayar” ucap Dido dengan logat Medannya yanng masih tersisa.

Ku tanya pada SD 3 tentang kejadian tersebut. Ku temui pak Hendi –guru kelas mereka- ku beri tahu keluhan Dido. Tenryata es yang siap minum telah habis. Tinggallah es beku yang belum dicairkan. Ku minta pada mereka untuk mencairkan es itu dan memberikan pada Dido. Sementara itu, ku dekati Dido dan ku tanyakan ada apa. Ku regulasi emosinya. Kusampaikan padanya bagaimana cara menyampaikan keluhan yang baik. Bocah gempal nan lucu itu terdiam dan memahami kata-kataku. Segera ia perbaiki ucapannya. Sang petugas cafe pun memahami sikap Dido. Point pembelajaran kembali ku dapat. Menuntut hak diperbolehkan, aslakan dengan cara yang baik, sedangkan estimasi diperlukan agar  tidak merugikan hak orang lain.

Cafe hampir tutup. Masih ada 2 pot portulaca yang belum terjual. Inisiatif kembali muncul.
“kita beli aja yuk tanamannya. Kasian kakak SD 3 kalau dagangannya ga laku.” Ucap Salman. 
“tapi uang ku ga cukup” tambah Abrar. 
“ya udah kita patungan aja lagi” imbuh Muaz. 
“owh iya bener, tapi Muaz...kamu ga usah patungan ya, aku aja yang beli untuk kita berdua. Kan tadi kamu udah bayarin aku es” sambung Syafiq. 
Tak sampai 5 menit tanaman portulaca ludes terjual. Kembali ku dapatkan point. Tak selalu membeli sesuatu karena kebutuhan, adakalanya membeli karena ingin membantu sesama. Tak selamanya keterbatasan menghambat kita menolong orang lain. Bila kita bersatu. Maka masalah akan lebih mudah teratasi.


Jam pelajaran matematikaku memang terpangkas separuhnya. Tapi aku senang dan merasa beruntung. Anak-anakku belajar banyak hari ini. Tak hanya sekedar hitung-hitungan matematis yang menjujung tinggi kognitif, namun juga kesabaran, tanggung jawab, saling tolong, bagaimana cara menuntut hak, estimasi, sosialisasi dan banyak hal lagi telah mereka dapatkan hari ini. Terimakasih SD 3, terimakasih kakak-kakak telah membuka de’flora cafe hingga adik-adikmu mendapatkan banyak pembelajaran pada event kali ini.

Selasa, 25 Agustus 2015

Penalaran moral versus penanaman moral


Bismillahirrohmanirrohiim...

Alhamdulillah setelah sekian lama ga ngeblog, akhirnya diberi kesempatan untuk kembali menyapa si hijau ini...  lagi pengen berbagi kisah sekolah nih.

Kejadian 1 saat worksheet religion

Bertepatan dengan bulan agustus, biasanya sekolah kami mengambil tema Indonesian Culture dalam rangka peringatan HUT kemerdekaan RI. Nah, salah satu materi ini pelajaran agama adalah tadabur QS Alhujarat ayat 18 yang intinya berisi tentang penciptaan manusia yang bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar manusia saling mengenal dan manusia yang paling mulia adalah manusia yang paling bertaqwa. Berhubung aye megang kelas 2 SD, maka muatannya disesuaikan dengan usia mereka, dan titik tekannya adalah menghargai budaya serta fisik manusia yang Allah ciptakan berbeda. Just  it, simple dan konrit sesuai dengan tahap perkemabngan otak mereka.

Ketika worksheet, aye masukin 2 soal tentang makna ayat tersebut. Soal 1 menanyakan bagaimana sikap siswa bila ada teman yang fisiknya sangat jauh berbeda dengan keadaan fisik siswa tersebut. Kalau saol ke-2 nanyain boleh ga kalau kita menghina bahasa daerah orang lain dan apa alasannya.

Seoarang anakku dengan bahasanya yang masih lugu menjawab soal 1: “tidak boleh menghina dan ngatain teman. Karena aku ga suka kalo ada orang ngatain aku, jadi aku ga mau ngatain orang itu karena orang itu pasti ga suka juga dikatain.”

Sedangkan soal ke-2 dijawab: “ga boleh hina-hina, karena kalau menghina bisa buat orang sakit”


Kejadian 2: bermain di taman

Saat jam free play anak-anakku bermain di taman, tak hanya anak-anak kelas 2, tapi juga adik-adik mereka yang masih TK. Kecerian begitu terpancar di mata-mata jernih mereka, keseruan pun terlihat dari riang tawa dan senyum lebar di wajah-wajah polos itu. Lagi asiknya menatap anak-anak bermain, tetiba telingaku menangkap anak lelakiku berteriak melerai anak yang lain yang memukul adiknya yang masih TK “tidak boleh pukul, pukul itu sakit. Kamu mau ga kalau dipukul?” dan dengan sekejap bocah lelaki itu menghentikan pukulannya ke adik kelasnya.

Cerita di atas sedikit gambaran keseharian di sekolah kami. Bukanlah penanaman moral yang dibudayakan di sekolah kami, melainkan penalaran moral yang dilatih sejak dini. Penanaman dan penalaran moral, mungkin sepintas terdengar sama. Namun hakikatnya terdapat perbedaan yang sangat mempengaruhi insan.

Lewat penanam moral semua manusia tahu bahwa mencuri itu dosa, menghina orang itu tidak baik, melawan arus itu membahayakan, berdusta itu tercela, berzina itu terlaknat dan korupsi itu haram. Tapi... berapa banyak para pencuri bertebaran, berapa banyak orang yang saling menghina dan menghujat, berapa banyak pelanggar lalulintas di jalan raya, berapa banyak kasus perzinahan terungkap dan begitu ramainya rutan karena koruptor semakin bertambah. Semua orang tahu, bahwa hal tersebut adalah  DOSA, TIDAK BOLEH, TERLARANG DAN HARAM.

Penalaran moral melatih manusia berfikir bahwa segala peraturan dan hukum tercipta karena manusia membutuhkannya, bukan sebagai alat untuk menakut-nakuti. Penalaran moral mengajarkan bahwa aku tidak mau dipukul karena dipukul itu sakit, untuk itu aku juga tidak boleh memukul orang karena orang yang aku pukulpun sakit seperti aku. Penalaran moral mengajarkan bahwa aku tidak mau mencuri, karena kehilangan sesuatu itu sangat tidak mengenakkan, dan untuk itulah aku juga tidak mau mencuri karena orang yang aku curipun akan merasakan rasa yang sangat tidak enak.  Penalaran moral mengajarkan bahwa tidak ada satupun manusia yang mau menjadi korban kejahatan, sehingga ianya dapat mencegah diri dari berbuat kejahatan.

Pemikiran anak-anak usia  TK hingga SD masihlah sangat konkrit. Mereka tak paham apa itu dosa, mereka tak tahu apa itu pahala, merekapun bertanya seperti apa itu syurga dan neraka. Mengajarkan sesuatu yang masih abstrak tentulah tidak mudah mereka serap. Mengajrakan mereka bahwa memukul teman itu dosa cenderung membuat mereka penasaran dan akhirnya semakin bersemangat untuk memukul temannya. Lain halnya bila yang kita ajarkan adalah bahwa memukul itu sakit, dan kita ajak mereka berfikir bagaimana jika diri mereka yang dipukul, maukah mereka bila mereka dipukul dan pertanyaa-pertanyaan lain yang melatih penalaran hingga kesimpulan untuk tidak memukul itu keluar dari mulut mereka sendiri, terfikirkan oleh kesadaran untuk tidak mau dipukul.

 Mungkin butuh waktu yang lebih lama ketika mengajak mereka bernalar dibanding melarang mereka memukul karena mukul itu dosa nanti masuk neraka. Mungkin hasil yang didapat sama, anak tidak akan memukul teman, namun efek yang terjadi sangatlah jauh berbeda. Penalaran moral menyadarkan mereka bahwa memukul itu tidak boleh karena dipukul itu sakit dan tak ada satu orangpun yang mau disakiti. Sementara penanaman moral menjadikan anak berhenti memukul karena adanya ancaman memukul itu adalah dosa dan dosa itu masuk neraka. Saya rasa teman-teman sudah dapat membedakan mana yang terlahir dari kesadaran dan mana yang terlahir dari sebuah ancaman.


Semoga ada manfaat yang bisa diambil dari kicauan ini hingga penalaran moral tak hanya sekedar kata. wallho a'lam bis showab

Rabu, 27 Mei 2015

aku rindu sekolahku

bismillahirrohmanirrohiim....





hari ini si gantengku kembali melukiskan pelangi. sejak pagi siganteng uring-uringan, jadwal mengecat sekolah yang berubah itulah pemicunya. ku kira setelah ia diizinkan mengecat masalah selesai. ternyata masalah yang sederhana menurutku, tak begitu dengannya.

hingga bakda zuhur gantengku masih bersedih. sedu sedannya membuat ngilu sudut kalbu. ku ajak ia kembali mengecat. ternyata adonan cat tak sesuai inginnya.kembali ia menangis. kali ini tingkahnya bertambah. roll cat yang basah dengan cat tembok berwarna kuning, dicatkannya ke rerumputan. tingkahnya bertambah. meski sambil menangis, tangannya dengan sigap mengecat rok ku.

emosiku membuncah ku tegur gantengku, ku balas dengan mengecat celananya. tangisnya yang pecahmengiringi permintaan maafnya. ku tinggalkan ia yang sedang mengangis, huuuuuffffft....... ku redakan emosiku sembari membersihkan pakaianku.ku tarik nafas panjang, ku tenangkan diriku.

ku hampiri gantengku, ku regulasi emosiku dan dia hingga kamipun berdamai. ku peluk tubuhnya. ia mulai tenang, tangisnya hilang. sayangnya.... hal itu tak berlangsung lama, kembali ia sesenggukan. tak lama tangisnya kembali membahana. ku tanya ada apa? " aku ingin sekolahku yang dulu, yanng ada bak pasir, playground dan ayunan ban ..." ucapnya terbata.

abang..... gantengku nan solih, aku pun demikian. ku rindu sekolah mungil kita nan sederhana. tempat terindah yang mempertemukanku dengan malaikat-malaikat kecilku, mempertemukanku denganmu... duhai mujahidku. kini... rindu itu mengajarkan kita bersabar, rindu itu mengajarkan kita optimis. meski belum terlihat cahaya yang benderang, namun semburatnya telah berkilau. sekolah kita nan baru dengan lahan yang sesuai impian telah Allah persiapkan sebagai hadiah bila kita bersabar dengan ujiannya.

Senin, 27 April 2015

bunga dalam tidurku

 Bismillahirrahmanirrohiim...

Januari saat Senja di Selat Sunda #koleksi pribadi


Di kala konsentrasiku tidak berpihak pada hal yang satu itu, tetiba mimpi nan mengejutkan hadir dalam lelapku. Seorang insan mengajakku menuju tahapan lanjut dalam sebuah garis hidup anak manusia. Insan yang tak asing namun tak terlalu kukenal. Tak kuambil pusing mimpi itu. Mungkin ia hanya bunga tidur. Namun, kesokan harinya mimpi serupa menyapaku. Dengan cerita dan pemeran yang sama. Begitu pula lusa. Mimpi itu terulang tiga kali. Ada apa ini ya Rabb, pertandakah atau justru setan mengganggu lelapku karena alpa menyebut nama-MU sebelum ku tertidur. Ku coba untuk tak memperdulikan dan berharap mimpi itu terlupa tergerus oleh aktivitasku. Yey... aku berhasil.


Satu bulan berselang. Mimpi keempatpun hadir. Juga dengan pemeran dan cerita yang sama. Hampir galau ku dibuatnya. Secara hati ini pun memang telah merindukan masa itu tiba. Sejumput harappun tumbuh dalam kalbu. Khayalku berlarian bebas merangkai cerita. Angankkupun tak ketinggalan merajut asa. Oh... Rabbi.... aku terbuai oleh mimpi itu. Besar harapku mimpi itu jadi kenyataan.


Ku coba tanyakan langsung pada Sang Pemilik mimpi mengenai kebenarannya. Ku paksa mataku terjaga demi berduaan dengan Sang Maha Tahu. Harap dan cemas menggelayuti hati dan fikirku. Setelah beberapa waktu, mimpi itu hadir. Pemeran yang samapun turut hadir. Namun kali ini kisah yang berbeda membersamai. Resah menjangkiti tubuh ketika ku terbangun. Ada rasa tak siap ketika fikirku mencoba menafsirkan. Antara iya dan tidak. Ragupun menggantikan yakinku selama ini. Namun entah mengapa seakan ku tak mau menerima tafsiranku sendiri. Inginku hadir lagi sebuah jawab yang mudah ku cerna dan ku tafsir. Namun inginku tak terjawab. Mimpi dan petunjuk tak jua hadir. Sementara sang pemeran terus menghantui hariku. Namanya semakin terngiang di telingaku. Wajahnya seolah hadir dalam setiap langkahku. Ku coba lari dari semua. Ku tinggalkan ia dalam pojok hatiku. Ku tutup rapat dan tak ku sentuh sedikitpun. Ku sibukkan diri dengan aktivitas dan keseharian yang merutinitas.


Waktupun terus berlari. Aktivitas yang padat merayap mengalihkan fikir dan ingatanku. Mimpi-mimpi itu tak lagi mengusik hariku. Ku semakin tenggelam dengan kegiatan-kegiatan yang menguras tenaga dan otak. Disaat ku terlelap karena lelah yang teramat sangat, tetiba mimpi kembali menyapaku. Kalli ini hanya namanya saja yang berulang kali hadir membawa kisah yang sama, namun entah mengapa sang pemeranpun berganti. Rabbi.... apalagi ini. Kerutku tatkala terjaga.


Dua hari berlalu. Ketika selesai sholat zuhur, seoranng senior mengabariku bahwa seseorang akan menuju tahap lanjut dalam proses hidupnya. Terkejut aku ketika beliau menyebutkan namanya. Allaaah...... itu adalah pemeran dalam mimpiku selama ini. Selaksa kecewa hadir dalam diri. Nyeripun menyapa sudut kalbu yang sempat berharap. Senja nan meronapun seketika sirna berganti gelap yang menggulita. Rabbi..... inikah jawaban tanpa tafsir nan mudah kucerna dari mimpi-mimpi dan tanyakku selama ini??


Yah.... harapan itu slalu ada, karena ku yakin dengan kata-kata cinta-NYA; “Allah tidak membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya ...” (Al-Baqoroh:286). Mungkin ini cara DIA mendidikku agar lebih kuat, tangguh dan perkasa. Dan tiada sebaik-baik cara kecuali cara-NYA.


Dan kini beberapa pekan berlalu sudah, dan rasaku sudah kembali normal. Kejadian itu sudah tak terlalu berpengaruh. Aktivitas telah memulihkanku. Tuhanku sudah cukup menjadi alasanku melupakan semua kejadian itu dengan tetap mengambil hikmah di baliknya. Laa ilaaha illa Anta. Subhaanaka inni kuntu minazhzhaalimiin.


Maka, ya Allah ..... walau jangan sampai Kau karuniakan pasangan yang mirip Fir’aun, teguhkan aku bagai Asiyah yang mukminah, anugrahkan rumah di sisi-MU di dalam surga.


Maka, ya Allah ..... walau persoalan hidup tak sepelik yang dialami Ibunda Musa, bisikkan selalu kejernihan-MU difirasatku saat menghadapi musykilnya hari-hari.


Maka, ya Allah .....  walau ilmu dan kebijaksanaan tak seutuh Luqman Al-Hakim, tajamkan pikir dan rasaku ntuk mengambil ibrah di setiap kejadian.



Maka, ya Allah ...... ridhokan aku dengan segala keputusan dan ketetapan-MU.

Rabu, 18 Februari 2015

bisik kalbu

Dan pada malam yang dengannya ku pejamkan mata
atau pada kelabu yang menutupi indahnya biru langit
atau pada rintik hujan yang jatuh menyejukkan
atau pada tetesan embun yang tersisa diujung rumput 
ketika mentari malu-malu meninggi

satu tanyaku ...
bilakah masa itu datang menyapaku
membawaku serta mengarungi hingga diujungnya........

ku pinta dia yang selembut Abu Bakar
ku harap dia yang setegas Umar Al Khatab
ku impikan dia yang secerdas Ali bin Abi Thalib
ku pohonkan dia yang sedermawan Utsman bin Affan

kembali ku tatap diri dihadapan cermin
pantaskah aku???
malu teramat ketika melihat kualitas diri
lumpur noda begitu menghiasi
compang-camping begitu menyelimuti iman

namun ku yakin Tuhanku tak pernah dzalim pada semua hambaNYA
kembali ku tatap Mushaf hijau ku, kutenggelamkan diri dalam lautan surat cintaNYA, 
ku pinta apa yang ku inginkan 
 ku yakin Sang Maha Pengabul doa memberikan apa yang kubutuhkan

meski mungkin tak selembut Abu Bakar
tak setegas Umar
tak secerdas Ali
tak sedermawan Utsman

siapapun dia, semoga bisa mengantarkaku pada Ridho Tuhanku dan nikmat abadi



Selasa, 17 Februari 2015

Outing ke sundial Puspa IPTEK Sundial Bandung

Bismillahirrahmanirrahiim....

Febuary is coming, itu artinya SD 2 Ibnu Batutah masuk tema baru: waktu. Ku ambil judul “Click-clock it’s a time” untuk tema ini di mana salah satu pembelajarannya adalah mengenal sejarah jam. Jam matahari salah satunya. Untuk mendukung pembelajaran ku bawa mereka melihat jam matahari asli dengan  outing ke sundial Puspa IPTEK Bandung pada kamis 5 febuari.

Pukul 7 para mujahid SD 2 Ibnu Batutah telah full berkumpul di kelas. Ku minta mereka mempersiapkan sepatu boot dan papan jalan sementara aku brefing di kantor. Setelah berbagai hiruk pikuk di pagi hari, pukul 7.45 kami berangkat menuju Bandung.

Jalan tol tengah padat dengan kendaraan roda 4. “Ups.... macet”, bisik hatiku. Benar saja, kemacetan cukup memperlama waktu perjalanan kami, pukul 12 kami baru sampai lokasi. Segera kami masuk dan mengamati jam matahari. Kuminta anak-anak membaca sejarahnya dan mengamati bayangan dari gnomon –sebuah benda sebagai penunjuk waktu pada jam matahari- ku jelaskan hal-hal terkait jam matahari. Ku tawarkan anak-anak apakah ada yang mau bertanya. Beberapa anak mengajukan pertanyaan secara bergantian. Ku jawab pertanyaan mereka satu per satu.

Setelah selesai mengamati jam matahari, saatnya acara bebas. Ku beri waktu 30 menit pada mereka untuk mencoba alat peraga science di museum Puspa IPTEK. Tanpa berlama-lama mereka berhamburan menuju alat peraga yang menarik bagi mereka. Ku jelaskan beberapa hal mengenai alat peraga yang mereka tanya. Terlihat wajah-wajah takjub dan senang dari para jundi Ibnu Batutah atas pecobaan science yang mereka lakukan. Tanpa terlihat lelah mereka berlari menuju alat peraga satu ke alat peraga lain. Pertanyaanpun silih berganti. Bak seorang ilmuwan mereka mencoba  alat peraga dengan bergantian.


Waktu semakin siang, itu artinya saatnya kami pulang. Setelah makan siang kami segera pulang. Tak terlihat wajah lelah atas perjalanan jauh dan padatnya aktivitas.  Selama perjalanan tak henti-hentinya mereka membahas pengalaman outing hari ini. Ku tanyakan bagaimanakah perasaan mereka. Dengan serentak mereka jawab, “seruuu, senang....”. “alhamdulillah, ucapku. Semoga kalian bisa mengambil banyak pelajaran dari outing kali ini.”
“aku merasa seperti outing bersama ayah dan ibuku” kesan Fawwaz
“minggu besok aku mau ke sana lagi ah sama keluargaku” ucap Ammar
“iya, aku juga ah. Ke Bandungnya naik kereta aja, biar ga macet” sambung Razan
“tadi lonceng listriknya keren ya”  kenang Hakim
“bu Rima, aku berani duduk di bangu penuh paku. Ga sakit ya bu Rima” tambah Gavan
“aku juga coba duduk di bangku paku itu” Lee Fael urun suara
“iya ya, ini outing yang palin seru. Keren banget deh” komentar Calvin penuh semangat.



Jumat, 06 Februari 2015

Aku hanya mau lihat daya pantul jambu ini, bu Rima

Bismillahirrahmanirrahiim...

Awal bulan ini aku mau bercerita tentang Fawwaz, sahabat sekaligus guru kecilku. btw, sebelumnya aku juga sudah pernah nulis tentang Fawwaz, silahkan dibaca di sini ya sob ^_^

Rabu (4 feb) pagi setelah buka kelas KBM diawal dengan Qur’an. Bu Dede sang guru Qur’an tengah asik menyimak bacaan utsmani siswa satu persatu, semantara Hakim diamanhi tugas memuraja'ah hafalan teman-temannya yang sedang menunggu antrian membaca Utsmani. Sedangkan aku tengah asik mempersiapkan materi pelajaran untuk besok. Lantunan surat Al-Fajr begitu indah terdengar. Tak jarang bacaan yang keliru diluruskan oleh sang penanggung jawab muraja’ah, Hakim. Sering dengan itu antrian utsmani pun terus berjalan. Setelah Fawwaz menyelesaikan utsmaninya dengan bu Dede, ia segera menuju pos muraja’ah bertemu Hakim. Antrianpun berjalan, tibalah giliran Fawwaz ‘menyetor’ hafalannya. Surat Al-Fajr begitu lancar ia baca tanpa salah sedikitpun. Dengan aksen Australi-nya yang masih kental muroja’ah Fawwaz begitu enak dan renyah didengar.

Sejenak ku tatap  layar laptopku, ditengah asiknya ku menyiapkan materi untuk besok, tetiba mataku menangkap Hakim yang sedang memukul Fawwaz. “stop.... Abang Stop!! Ada apa ini?” tanyaku terkejut dan hanya dijawab oleh tangisan Hakim yang tetiba mengeras. Ku dekati Fawwaz, kutanya perlahan dengan wajah datar’ “ada apa nak, kok Hakim memukul Fawwaz?” dengan matanya yang berkaca-kaca Fawwaz hanya tersenyum kecut, ku tanya pada bu Dede, apa yang terjadi? Ternyata Hakim ditimpuk jambu biji sebesar telur ayam kampung oleh Fawwaz.

Sementara Hakim tengah menangis memeluk kakinya sembari memendamkan wajah, Ku dekati Fawwaz, ku tatap lembut wajahnya, ku berharap tatapanku tak menghakiminya. Ku tanya perlahan sembari memeluknya, “ada apa Fawwaz, Fawwaz timpuk Hakim dengan jambu biji?” pertanyaanku hanya dijawab anggukan oleh Fawwaz. “Fawwaz sedang membayangkan apa dari jambu biji itu?” tanyaku sembari menahan kestabilan nada bicara. “aku hanya ingin melihat daya pantul dan kecepatan pantulan dari jambu biji ini, bu Rima” jawabnya dengan suara yang ditahan. “lalu?” tanyaku lagi. “aku ga tau kalau jambu ini kena bibir Hakim, aku ga sengaja bu Rima” jawabnya hampir terisak.

Ku peluk bocah 7 tahun itu, berharap pelukanku mampu meredakan ketakutannya. Ku belai punggungnya. Ku coba samakan irama detak jantung kami agar  ia kembali tenang. Setelah ku yakin jantung kami seirama, ku coba katakan padanya  “Fawwaz, besok kalau Fawwaz mau melakukan project science, lihat sekelilingmu ya nak, pastikan itu aman bagimu, aman bagi teman-temanmu. Atau Fawwaz lakukan project science itu jika tidak ada teman di sekeliling Fawwaz agar tidak ada yang terkena efeknya. Fawwaz mengerti maksud aku?” seketika Fawwaz menatapku tajam dan ia menganggukan kepalanya. “Fawwaz boleh bereksperimen, satu pesan aku, tetap jaga keamanan diri Fawwaz dan teman-teman, oke?” tanyaku kembali. “iya bu Rima” jawabnya singkat. “oke sekarang aku mau lihat Hakim dulu ya” ucapku menutup percakapan.

Ku hampiri Hakim yang masih tersedu. Ku belai punggungnya, ku dekap tubuhnya sembari berkata, “abang sudah mau cerita kejadiannya atau masih mau menangis?”. Pertanyaanku hanya dijawab oleh isakan tangisnya yang begitu tersedu. Ku hapus air matanya dengan tisu. Ku belai kembali punggungnya. Ku tunggu beberapa waktu hingga ia tenang dan siap bicara. “boleh aku lihat bibir abang agar aku tahu apa yang harus aku lakukan untuk menolong abang?” tanyakku menghentikan tangisnya. Hakim mengangkat wajahnya dan tampaklah bibir kiri atasnya yang membengkak. Ngilu tetiba merasuk tubuhku. Sambil berusaha tetap tenang dan tidak panik ku tawarkan mengoleskan minyak butbut padanya. “abang mau aku oles pakai minyak butbut? Akan terasa sedikit nyeri dan bau yang ga enak, tapi insya Allah ini akan membuat bengkaknya cepat hilang dan sakitnya reda.” Ucapku meyakinkan. Hakim menjawab dengan anggukan lemah. Segera ku ambil minyak but-but di kantor dan ku oleskan di bibir nya yang membengkak. “Bismillahirrohmanirrohim, semoga Allah menyembuhkan memar di bibir abang” doaku sebelum mengoleskan. “sabar ya bang, tahan sakit dan baunya yang ga enak” sambungku lagi. “kalau Cuma bau, aku mah tahan bu Rima” ucap Hakim mmbuatku tersenyum.

Setelah Hakim tenang dan aku oleskan minyak di bibirnya kembali ku dekati Fawwaz. “Fawwaz lihat bibir Hakim? Itu sakit nak, ingat pesan aku tadi ya. Kalau mau bereksperimen lihat sekelilingmu, pastikan semua aman” kembali ku ulang pesanku dan hanya dijawab dengan anggukan dan wajah penuh sesal dari Fawwaz. “Fawwaz sudah siap minta maaf ke Hakim?” tanyaku penuh selidik. Fawwaz tersenyum menjawab pertanyaanku dan segera menghampiri Hakim. Namun, Hakim yang masih marah belum mau memaafkan Fawwaz. Ku katakan pada mereka berdua “jika kalian sudah siap untuk saling memaafkan, maka lakukan sekarang. Kalau belum, jangan berlama-lama menyimpan marah. Aku tunggu kalian untuk saling memaafkan ya. Sekarang aku kembali ke pekerjaanku lagi.” Ucapku menutup percakapan.


Ku lanjutkan pekerjaanku yang sempat terhenti, ku tatap layar laptop sembari memperhatikan gerak-gerik para jagoanku di kelas. Tak sampai beberapa lama ku lihat Fawwaz dan Hakim sudah kembali bermain bersama. Huft.... anak-anak, cepat marah dan cepat kembali memaafkan. Alhamdulillah ketidak sengajaan ini berakhir damai. Terimakasih ya nak, kalian kembali ajarkan aku untuk tidak panik dan menghakimi suatu kejadian. Terimakasih nak, kembali kalian ingatkan aku untuk memaafkan kesalahan orang lain. 

Jumat, 23 Januari 2015

cerita kaus kaki di SAI CIbi

bismillahirahmanirrohim...

kaus  kaki, sebuah benda kecil yang hampir sering teracuhkan bagi kaum hawa; apalagi dimusim hujan seperti sekarang. di Sekolah Alam Indonesia (SAI) Cibinong benda tersebut mempunyai cerita, setidaknya tiga tahun ini kudapati cerita berbeda namun serupa terkait kaus kaki, yuk mari cekidot...

#1. Kaus kaki untuk Bu Dian (TA 2012-2013)

tutup aurat... tutup aurat 
ayo teman-teman tutup aurat
agar Allah sayang semua juga sayang mari kita tutup aurat
untuk laki-laki batas auratnya dari pusar hingga lutut kaki
untuk perempuan batas auratnya dari rambut hingga ujung kaki
"Tutup Aurat" by Green Voices SAI 

Hampir setiap hari lagu tersebut diputar ketika TK-A Padi sedang belajar tema pakaian; yang salah satu tujuan utamanya adalah memahamkan anak tentang batas aurat dan kewajiban menjaga aurat. dan lewat penmbelajaran yang menarik dan lagu tersebut kewajiban menutup aurat begitu mudah dipahami anak-anak. 


Adalah Bilal, seorang siswa yang begitu teliti dan perhatian pun bagi hal-hal yang terkadang kitapun lalai. pagi itu dengan wajah berseri Bilal membawa sebuah hadiah bagi guru tersayangnya, sebuah kaus kaki berwarna krem.


"ini untuk bu Dian, supaya aurat bu Dian ketutup semua, kan kaus kaki bu Dian sudah bolong. kan aurat perempuan dari rambut sampai ujung kaki. kalo kaus kaki bu Dian bolong, kan kaki bu bu Dian jadi kelihatan sedikit" ucapnya dengan polos

sang guru menerima kaus kaki tersebut dengan mata berkaca dan haru yang mendalam. ternyata Bilal meminta kaus kaki baru milik ibunda nya untuk diberikan pada sang guru di sekolah agar aurat sang guru terjaga, termasuk dari lubang kecil kaus kaki.. 

*Kisah pagi hari yang langsung ku dengar dan membuat haru dalam kalbu


 #2. Kok bu Rima ga pake kaos kaki (Ta 2013- 2014)

pagi itu sebelum kelas dimulai ku sempatkan berwudlu untuk menyedekahkan tubuhku sesuai sunah sang Nabi. semua guru laki -laki di sekolahku sudah berada di kelasnya,tak apalah tak kupakai kaus kaki untuk ke kelas, toh toilet ke kelas hanya berjarak 2 meter, ucapku pada diri sendiri.


ketika sampai ke kelas, Hafiy siswaku, seorang bocah 3 tahun menatapku dengan heran. 

"ada apa Fiy?" tanyaku heran.
"kok bu Lima ga pake kaos kaki, emangnya kaki bu Lima bukan aulat?" tanyanya dengan cadel. pertanyaannya membuatku terdiam sejenak.
"kaki bu Rima aurat Fiy, tapi kan aku abis wudlu dan mau sholat, jadi aku ga pake kaus kaki deh" ucapku membela diri
"owh kalo abis wudlu dan mau sholat boleh ga pake kaos kaki ya bu Lima?" tanyanya antusisas
"kalau tidak ada laki-laki dewasa yang haram melihat aurat perempuan, maka boleh ga pake kaus kaki Fiy" jawabku sembari memangkunnya
"owh gitu bu Lima, belalti kalo aku udah dewasa dan bu lima habis wudlu telus ada aku, bu lima halus pake kaus kaki ya bu Lima?. Aku ngerti sekalang" balasnya panjang lebar dan ku jawab dengan senyum sambil memuluk tubuh nya yang semakin meninggi.

#3. Belajar dari Kehara (TA 2014-2015)




Si mungil ini senang sekali pakai kaus kaki. -Ah bukannya biasa aja? Kalau sekolahkan pakai kaus kaki dan sepatu.- tidak, tidak biasa di sekolah kami . sekolah kami tidak mewajibkan seragam dan bersepatu seperti sekolah pada umunya. di sekolah kami boleh memakai sepatu sendal, hanya saja bagi wanita yang telah baligh wajib memakai kaus kaki.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tema pakaian kembali dipilih oleh TK-A. ada satu yang menarik dari tema pakaian tahun ini. Keyhara, siswa mungil di kelas ini sangat senang memakai kaus kaki, dan ketika dikonfirmasi ke guru TK-A ternyata Keyhara mulai pakai kaus kaki, setelah dijelaskan batas aurat pada tema pakaian di Tk-A. Dan dia memakainya karena kemauannya sendiri.


Masya Allah, begitu mudahnya bocah-bocah mungil itu menerima perintah Sang Pencipta, semoga pelajaran yang mereka berikan membuat kami istiqomah menjaga aurat termasuk istiqomah menggunakan kaus kaki.

Rabu, 21 Januari 2015

doa dari mas Dapit

Bismillahirohhmanirrohiim .....

21 Januari kembali terulang, dan itu juga berarti usiaku kembali bertambah. ucapan dan doa-doa indah kembali menyapaku, termasuk doa dari adik semata wayangku. ada yang menarik dari doanya kali ini, bukan dari untaian katanya, karena apapun rangkaian aksaranya; untaian kata dari orang-orang tercinta sungguh begitu bermakna dan berarti. Semoga Allah kabulkan doa-doa terindah itu untuk kalian semua duhai para pendoa nan tulus. 

well, kek tadi yang guwe bilang, yang menarik adalah komen dari status nyang doi tujukan untuk guweh. komen ini berhasil bikin guwe dan keluarga ngakak, sejak itu, -meski kami orang Padang-panggilan 'mas' pun melekat padanya. tengkyu mas Dapit atas kerenyahan yang kau hadirkan


Jumat, 16 Januari 2015

'Bu Pipin, aku izin bicara'

Bismillahirrohmanirrohiim....

siang tadi aku 'numpang' sholat zuhur bersama anak2 SD 1 karena anak-anak SD 2 sholat jum'at.

Ketika selesai sholat dan berdzikir, beberapa dari mereka tidak fokus saat berdoa, maka bu Pipin, kepala sekolah kami mengingatkan mereka akan adab berdoa sesuai ajaran Sang Nabi.


Ketika kami tengah asik menyimak, tetiba Gaudhizan yang biasa dipanggil 'Dido' mengangkat tangannya dan berkata



"bu Pipin, aku izin bicara, boleh?"


dengan mata berbinarnya bocah gempal nan lucu lagi menggemaskan itu kembali mengingatkanku tentang adab berbicara yang kami terapkan di sekolah kami -yang mulai hilang di negara ini- : berbicara bergantian; fokus dengan seluruh anggota tubuh mendengarkan dan menyimak orang yang sedang berbicara; meminta izin berbicara ketika ada orang yang sedang bicara juga.


Kamis, 01 Januari 2015

Bule’ lokal itu bernama Fawwaz

Bismillahirrahmanirrahiim...


September ceria..... jadi teringat sebuah lagu milik penyanyi lawas, yup.... september kali ini akan lebih ceria karena SD 2 Ibnu Batutah mendapatkan seorang siswa baru pindahan dari Australia, Fawwaz Absyar Rifai namanya. Ketika ku sampaikan kabar ini pada anak-anakku, mereka senang sekali mendapatkan teman baru. Pertanyaanpun begulir silih berganti dari lisan-lisan polos mereka. “berarti Fawwaz itu bule ya bu Rima?” salah satu pertanyaan yang membuatku geli. “iya bule, bule lokal” candaku sambil terkekeh. “Fawwaz asli orang Indonesia, hanya saja dia tinggal di Australia karena ayah dan ibunya kuliah di sana” ucapku meluruskan candaku sebelumnya.

Tantanganku bertambah dengan hadirnya Fawwaz yang belum lancar berkomunikasi dengan bahasa Indonesia sedangkan bahasa Inggrisku sangat tidak lancar. Untunglah ia masih sedikit paham dengan bahasa bangsanya. Selain bahasa, tantanganku selanjutnya adalah membuat Fawwaz (dan semua siswa) nyaman sekolah di sini dan membantunya mampu bersosialisasi dengan teman-temannya.

Hari yang dinanti tiba. Fawwaz mulai sit in di kelas kami. Ia terlihat diam. Mungkin masih belum biasa pada lingkungan barunya atau bingung mengikuti perbincangan kami. Satu hal yang menarik, Fawwaz cepat akrab dengan teman sekelasnya meskipun diantara mereka terkendala bahasa. Sepertinya bahasa permainan begitu universal dikalangan anak-anak sebab apapun bahasa yang mereka gunakan mereka tetap nyambung saat bermain.

Hari-hari berlalu. Fawwaz semakin akrab dengan teman-temannya bahkan dengan adik-adik kelasnya. Satu tantangan berhasil terlewati. Tantangan yang masih harus ku taklukkan adalah menyampaikan materi dengan bahasa yang dapat dipahami Fawwaz dan memahami apa yang Fawwaz sampaikan. Tentulah ini bukan hal yang mudah bagi kami mengingat kemampuan bahasa kami yang tak senada. Sering aku tak paham apa yang ia ucapkan. Kalimatnya terdengar seperti orang yang berkumur-kumur di telingaku. Terkadang Fawwaz yang paham dengan maksudku tetapi Ia tak tahu bagaimana harus menyampaikannya kepadaku. Dan ternyata hal ini juga dialami oleh anak-anak. Pernah suatu ketika Fawwaz menggunakan ‘bahasa fisik’ kepada seorang temannya karena ia bingung menyampaikan maksudnya.  Suatu hikmah yang dapat kuambil adalah aku jadi termotivasi dan belajar untuk bisa berbahasa Inggris dengan baik dan benar. Hal ini juga dirasakan oleh anak-anak.

Suatu ketika Gavan memulai berkomunikasi dengan Fawwaz dengan menggunakan bahasa Inggris. Ternyata ia mengamati dan merekam setiap kali Fawwaz berbicara dengan bahasa Inggrisnya. Bahkan beberapa kali Gavan terlihat bertanya pada Fawwaz mengenai vocab. Begitu juga dengan anak-anak lain. Beberapa kesempatan terkadang Hakim berkomunikasi dengan Fawwaz menggunakan bahasa Inggris. Alhamdulillah, anak-anak mendapatkan guru bahasa Inggris yang sebaya. Semoga hal ini menambah kemampuan mereka dalam berbahasa Inggris.

Hari terus berganti. Banyak keajaiban dari si bule’ lokal itu. Fawwaz anak yang sangat aktif dan kinestetis. Energinya tak habis-habis. Ia sering tiba-tiba menghilang di kelas. Terkadang aku menemukannya di kandang bebek, di bawah kelas atau di lapangan. Ia senang dengan ayam dan bebek peliharaan kami dan Fawwaz juga senang  bereksperimen sendiri. Suatu ketika ia menghadiahiku telur ayam yang ia temukan di kolong kelas, atau memberikanku sebuah balok kecil yang menurutnya charger bagi tubuh manusia ketika kami sedang serius belajar . Pernah juga Fawwaz menghadiahiku seekor siput yang ia tangkap dari kolam ikan kami. Fawwaz-Fawwaz, selalu saja ada tingkahmu yang mewarnai pelangiku.

Meski Fawwaz sering ‘hilang’ dari kelas namun daya tangkapnya terhadap pelajaran tergolong cepat dan baik. Ia dapat mengahafal surat Al-Balad hanya dengan mendengar teman-temannya muroja’ah. Beberapa kali ia memperdengarkan hafalanya padaku saat aku hadir  ketika mereka sedang jam Al-Qur’an. Pelajaran umumpun dapat dikuasainya dengan baik. Hal yang mengejutkanku adalah ketika kami sedang mengadakan event Indonesian Day tepat satu hari sebelum Fawwaz sit in. Sekolah mengundang Fawwaz beserta orang tuanya untuk menyaksikan acara tersebut. Moment itu ku manfaatkan untuk mengenalkan Fawwaz pada teman-teman barunya. Selain itu ku sampaikan padanya bahwa SD 2 akan tampil menari Saman pada acara  Indonesian Day. Hal yang mengejutkanku adalah Fawwaz tiba-tiba berbaris dibarisan SD 2 ketika anal-anak akan performance. Anak-anak membawakan tari Saman, Fawwaz mengamati dan mengikuti gerakan teman-temannya. Masya Allah... Ia terlihat begitu lancar mempraktekkan tari Saman. Padahal Fawwaz belum  pernah sekalipun ikut latihan bersama kami.

Tiada hari tanpa cerita dari si bule’ lokal. Fawwaz mengirimi ku surat. “hallo Bu Rima apa akabr?, aku senang sekolah di sini, aku senang sama bu Rima” isi suratnya singkat. Ada yang memanas di pelupuk mataku. aku terdiam sejenak, tak tahu harus berkata apa. Ada haru yang membuncah dalam sudut hatiku. Ku tatap matanya, ku balas secara lisan suratnya. Ku katakan padanya “Alhamdulillah Fawwaz, kabarku baik dan kabarku menjadi lebih baik setelah aku terima surat Fawwaz. Aku juga senang sama Fawwaz. Semoga Fawwaz semakin senang dan semangat sekolah di sini ya nak”. Ucapanku dibalas dengan senyum manis dan pelukan dari nya. Kejadian ini kembali berulang di akhir semester 1. Fawwaz kembali mengirimiku sepucuk surat dengan isi yang sama persis dengan suratnya yang pertama. Masya Allah.... terimakasih duhai Rabbi, telah izinkan ku merasakan cinta dari hambamu yang mungil ini.

Tiada hari tanpa cerita dari si bule lokal. Pernah ia menawarkan cokelat padaku. Ketika ia melihat tanganku sedang berlumur lem kertas, ia berinisiatif menyuapi cokelatnya ke mulutku. Aku terdiam.
“ayo bu Rima buka mulutnya” kalimatnya memecahkan keheninganku. Segera ku buka mulutku. “enakkan Bu Rima?” tanyanya yang kubalas dengan anggukan kepala dan ucapan terima kasih. 
Cerita berikutnya datang saat jam free play. Tiba-tiba ia datang menghampiriku dengan membawa seekor kaki seribu.

“Bu Rima, aku mau ajari Gavan untuk tidak takut dengan ini” izinnya sembari menunjukkan hewan kecil yang melingkar di telapak tangannya.
“silahkan Fawwaz, yakinkan Gavan untuk tidak panik ya” ucapku padanya yang dibalasnya singkat: “oke”
“Gavan, lihat! ini aman. Dia tidak gigit. Kamu jangan takut ya. Anggap ini kucing, kucing yang lucu. Ucap Fawwaz dengan aksen Australinya yang kental.
“tidak, tidak... aku tidak mau” jawab Gavan panik.
“jangan takut! Jangan panik! Kamu lihat ini, anggap ini kucing ya” kalimatnya menenangkan Gavan. Tanpa menyerah Fawwaz terus meyakinkan dan menenangkan Gavan. Beberapa kali ia mencoba. Ia ingin sahabatnya tidak takut lagi dengan kaki seribu.
“aku maunya kalau kaki seribunya digulung. Letakkan di tanganku ya!” pinta Gavan yang mulai memberanikan diri memegang kaki seribu.
“hebat, hebat Gavan. Kamu bisa, kamu tidak taku lagi” teriak Fawwaz bahagia sembari meletakkan kaki seribu di tangan Gavan.
Fawwaz saat bertugas menjaga tiket masuk pameran transportasi Project SD 2  Ibnu Batutah

Ada-ada saja tingkahnya, kadang memancing emosi, kadang menghadirkan gelak tawa, kadang membuatku mengharu biru, tak jarang pula ia mengundang decak kagum. Terlepas dari itu Fawwaz sang bule lokal adalah seorang bocah polos nan lugu dengan rasa ingin tahu yang begitu besar ditambah energi yang seperti tak ada habisnya yang saat ini diamanahkan menjadi guru mungilku. Fawwaz... Fawwaz.... terimakasih ya nak, telah membantuku melukis pelangi. Ku tunggu cerita seru darimu selanjutnya. Doakan aku untuk bisa menyelesaikan amanah ini dengan sebaik-baiknya dan seoptimal-optimalnya.