gambar dari sini |
Kondisi angkot disini sangat jauh berbeda dari angkot-angkot yang ada di kota Depok, daerah asalku. Hingga akhir 2007, di saat aku meninggalkan kota ini (aku tak tahu apakah keadaan angkot kaleng sarden masih sama hingga tulisan ini dibuat), kondisi angkot masih terawat dan bagus, jam operasional angkot di Purwokerto sangat terbatas, hanya sampai pukul 17.00. Entah lah apa alasannya, mungkin armada yang terbatas atau alasan sosial lain seperti berbagi penumpang pada pengayuh becak, ojek atau taksi. Ada satu hal yang sangat unik dari angkot di kota ini yang belum pernah aku temui sebelumnya, dan itu salah satu alasan mengapa aku menamainya angkot kaleng sarden.
Angkot di purwokerto berwarna orange menyala, dan kondisi angkot yang sangat penuh dan sesak dengan penumpang seperti kemasan sarden yang pernah aku beli dimana setiap kaleng sarden selalu padat terisi penuh. Bukanlah suatu hal yang aneh bila kita menemui suatu angkot yang dilengkapi dengan kursi kayu tambahan yang bisa menambah dua orang penumpang diluar kursi-kursi yang berisikan 6 dan 4 orang penumpang yang letaknya berhadapan. Tapi angkot kaleng sarden meletakkan 6 kursi kayu tambahan (kursi kayu yang sangat pendek, dan jika kita mendudukinya persis seperti posisi berjongkok).
Disinilah letak uniknya. Jika di kota-kota lain kita (atau mungkin hanya aku kali ya, he…) merasa sangat sempit jika tempat duduk yang seharusnya diisi enam atau empat penumpang, dipaksakan berisi tujuh atau lima penumpang meskipun hanya ditambah oleh satu orang anak kecil, tapi tidak di sini. Masyarakat di Purwokerto sudah terbiasa dengan kondisi penuh sesak dan berjubel dengan penumpang. Hampir 20 orang berada di angkot dalam satu kali operasional dengan posisi 2 orang di kursi depan sebelah kiri supir, 6 orang berada di kursi belakang sopir, 4 orang disbrangnya, 2 orang dibangku kayu tambahan yang biasa ada di angkot-angkot pada umumnya. Tunggu dulu, cerita belum selesai, diantara kusi yang berisi 6 dan 4 orang penumpang (tempat yang biasa kita pakai untuk “meletakkan kaki” dan menaruh barang-barang bawaan) biasa diletakkan 4 bangku jongkokkan serta 2 bangku jongkokkan lagi diletakkan tepat di depan pintu masuk angkot. Kebayangkan gimana penuh, sesak dan sumpeknya tuh angkot. Belum lagi jika penumpang membawa barang yangn berlebih akan semakin menambah sempit keadaan, yang menarik adalah jika penumpang yang duduk paling dalam dan paling belakang, sementara jarak yang dia tempuh tidak terlalu jauh dan saat si penumpang tersebut turun, kondisi angkot seperti puzzle mainan anak-anak. Penumpang di angkot pun “bongkar pasang”, yup dengan kerelaan (atau lebih tepatnya dipaksa rela). Penumpang-penumpang yang lain harus turun untuk memberi jalan keluar pada penumpang yang akan turun dan kembali masuk untuk menempati kursi panasnya masing-masing.
Aku tak tahu mengapa kondisi ini terjadi, entah alasan jumlah armada yang terbatas, setoran yang besar (hingga para sopir menemukan cara kreatif itu) atau berbagai alasan lain. Namun yang pasti kondisi seperti ini sangat tidak layak bagi keselamatan, keamanan dan kenyamanan penumpang. Muatan yang melampaui batas melebihi kapasitas sangat mungkin mengakibatkan kecelakaan, apalagi jika sang sopir ugal-ugalan dalam mengendarai angkotnya. Hal ini semakin bertambah parah di jam-jam pergi dan pulang sekolah. Terkadang para siswa nekat bergantungan di pintu angkot yang sudah terisi oleh penumpang tambahan, alhasil posisi angkot terkadang miring ke kiri.
Banyak pelajaran dan hikmah serta harapan dari pengalaman ku dengan angkot kaleng sarden. Rasa syukur dan kepuasan tersendiri kini begitu ku rasa saat aku menaiki angkot di Depok, walaupun penuh namun masih lebih nyaman, dan ternyata rasa syukur itu teraplikasikan dengan segala hal lain yang ku terima. Ternyata segala sesuatu itu lebih berharga dan berarti jika kita telah merasakan keterbatasan, selain itu aku belajar untuk tidak mudah mengeluh dengan kondisi yang ada, seperti masyarakat Purwokerto yang tidak pernah mengeluh dengan sesaknya angkot kaleng sarden, alih-alih mengeluh mereka malah menikmati dan nyaman bercerita dalam angkot itu. Harapan ku pada pemerintah dan petugas terkait (jika kondisi angkot kaleng sarden masih sama seperti yang ku rasa), tolong untuk menambah armada dan lebih memperhatikan kondisi angkot-angkot di Purwokerto dan angkot-angkot di seluruh Indonesia agar keselamatan, kenyamanan dan keamanan masyarakat “konsumen angkot” dapat terjaga
13 comments:
Waduh gak kebayang sesaknya kalo di tengah di tempatkan kursi lagi..memang kondisi moda transportasi umum di negeri ini, jauh dari kata nyaman, semoga para pejabat di atas sana membaca tulisan ini :)
sama persis dengan angkutan pedesaan d sini. tp kalau aku menyebutnya mirip pepes ikan,
wegegegegegege...
ha ha ha.. jadi ingat di Kampung nenek saya.... kadang harus pangku - pangkuan untuk sampai ditujuan.... ^_^
yup.. lebih baik meramaikan angkot drpd meramaikn jalan dg mobil yg hanya berisikan 1 atau 2 orang saja.. hahah.. :D
sepertinya kasusnya sama dengan angkot yang ada di medan, :D.. di medan malah sudah ada becak motor yang ikut meramaikan lalu lintas jalan raya sehingga bisa menyebabkan macettttt yang minta ampiuunn :D
copetnya udah rame blom...?
wah bisa jadi lahan subur para pencopet nih...
Kayaknya akan lebih cocok apabila istilah itu diganti dengan "angkot janggung bakar", sensasi sumpek + suasana panas gersang nan memanggang ^^
Salam Ukhuwah!
waaah sama kayak dimakasr..sampe sumpek angkotnya..untungnya di makassar nda ada bajaj^^
Ka'Seagate...
yupz, sumpek padet bin "engap", semoga yang berwenang bisa bertindak bijak dalam menyelesaikan permasalahan ini
om Ridwan..
pepes ika?, enak tuh untuk makan siang, wegagagaga
ka Tifa...
palin enak kalo lg posisi dipangku yak ka...
erlangga..
yups, sepakat, bisa mengurangi macet, tapi kalo terlalu penuh juga kan bahaya
ka Aul...
kek nya transportasi memang menjadi momok dalam negeri ini selain korupsi dan tebang pilih hukum, huft...
Mas Insan...
alhamdulillah, selama saya disana lum pernah mendengar ada yg kecopetan di angkot, semoga kondisi angkot yang seperti itu tidak menjadi lahan subur pencopet
ka Zahid...
wew, bisa juga tuh, ganti nama angkot jagung bakar, he...
Salam ukhuwah juga
ternyata semua kota punya nasib yang sm soal angkot ini.hhha
semoga ada kesadaran dari pemerintah juga deh.
Angkot seharusnya sudah diganti dengan mobil-mobil yang ramah lingkungan. Dengan kadar timbal dalam buangan gas emisi yang rendah.. Tapi, butuh duit lagi sih. Duitnya kemana ya? Ah lupa, dikorupsi buat beli Ferarri.. Lamborghini.. Dan sederet mobil mewah lainnya. Padahal jalannya juma beberapa km saja.. Jiaaaahh...
Btw, mobil angkot di Makassar warnanya biru. Hmm.. bagusnya sebut apa ya? :D
uchank....
aamiin...semoga, keknya ini mang masalah klasik diseluruh Indonesia deh, baru teratasi kl semua mental dan mindset orang2 indonesia berubah
k'arya...
yup, mengingat kondisi bumi yang semakin tua dan renta, seharusnya gantian kita yg menjaga dan melestarikan bumi dengan menggunakan segala sesuatu yang ramah untuk bumi.
angkot di makasar biru yak?, gimana kl namanya angkot telor asin, he...
nyari-nyari foto angkot di purwokerto, tiba-tiba nemu blog ini:) akhirnya ketemu di sini juga sama mba Rime cantik^^
Posting Komentar