skip to main | skip to sidebar

About me

Foto Saya
Rima Aulia
Lihat profil lengkapku

Archivo del blog

  • ▼ 2018 (1)
    • ▼ Agustus (1)
      • Nikmatnya sinergi komunitas dalan penyelenggaraan ...
  • ► 2017 (24)
    • ► November (1)
    • ► September (1)
    • ► Juli (1)
    • ► Juni (2)
    • ► Mei (1)
    • ► April (4)
    • ► Maret (5)
    • ► Februari (6)
    • ► Januari (3)
  • ► 2016 (46)
    • ► Desember (6)
    • ► November (5)
    • ► Oktober (9)
    • ► September (5)
    • ► Agustus (5)
    • ► Juli (3)
    • ► Juni (3)
    • ► Mei (5)
    • ► April (1)
    • ► Februari (1)
    • ► Januari (3)
  • ► 2015 (12)
    • ► Oktober (2)
    • ► Agustus (1)
    • ► Mei (1)
    • ► April (1)
    • ► Februari (3)
    • ► Januari (4)
  • ► 2014 (33)
    • ► Desember (1)
    • ► Oktober (3)
    • ► September (2)
    • ► Juli (4)
    • ► Juni (3)
    • ► Mei (4)
    • ► April (7)
    • ► Maret (3)
    • ► Februari (1)
    • ► Januari (5)
  • ► 2013 (26)
    • ► November (2)
    • ► September (5)
    • ► Agustus (2)
    • ► Juli (4)
    • ► Mei (4)
    • ► Maret (6)
    • ► Februari (2)
    • ► Januari (1)
  • ► 2012 (39)
    • ► Desember (1)
    • ► November (4)
    • ► Oktober (2)
    • ► September (5)
    • ► Agustus (3)
    • ► Juli (1)
    • ► Juni (2)
    • ► Mei (4)
    • ► April (2)
    • ► Maret (5)
    • ► Februari (3)
    • ► Januari (7)
  • ► 2011 (121)
    • ► Desember (9)
    • ► November (13)
    • ► Oktober (3)
    • ► September (5)
    • ► Agustus (1)
    • ► Juli (7)
    • ► Juni (19)
    • ► Mei (23)
    • ► April (7)
    • ► Maret (34)

Bloofers

Photobucket

Blogger's Shout Out

Diberdayakan oleh Blogger.

boycott israel

Followers

Recent Post

Popular Post

Recent Comment

belajar, berproses, berubah

Hanya sedikit ini yang ku tahu kutulis ia untukmu, maka berbagilah denganku apa yang kau tahu agar ku dapat belajar, berproses dan berubah

Nikmatnya sinergi komunitas dalan penyelenggaraan qurban di SAI Cibinong

Minggu, 26 Agustus 2018



Allahu akbar
Allahu akbar
Allahu akbar
Laa ilahaailallahu wallahu akbar
Allahu akbar wa lillah ilhamd

Gema takbir  di selasa malam begitu syahdu, menembus atmosfir dan pagar sekolah hingga terdengar pada telinga kami. Idul Adha tinggal hitungan jam. Hari dimana ujian ketaqwaan Ibrahim as dan Ismail as terhadap perintah Rabbnya. Ujian kasih sayang dan cinta seorang ayah terhadap anaknya. Ujian kepercayaan anak terhadap ayahnya. Allah hanya ingin lihat takwamu, hanya ingin uji cintamu pada Nya. Apakah engkau sami'na wa atho’na. Apakah kau menuruti perintahNya yang mungkin tak bisa diterima logikamu? Adakah cinta kepada-Nya di atas segalanya bahkan mengalahi cinta pada darah daging sibiran tulang yang telah kau nanti berpuluh tahun lamanya? Relakah nyawamu hilang demi sebuah perintah?  Dan engkau berdua duhai Nabi Allah, berhasil melewati semuanya. Balasan indah telah dibayar Nya dengan tunai. Namamu abadi dan harum di kalangan langit dan bumi. Jejak-jejak ketakwaanmu terwarisi hingga kepada kami manusia akhir zaman.

Sapi tiba di halaman sekolah. Sumber foto: Pak Fatwa

Idul Adha tiba. Satu per satu hewan qurban tiba di halaman sekolah pada sore hari yang mulia itu. Pak Fatwa, Pak David, Pak Maul, Pak Jaka, dan pakde rela mengorbankan hari libur mereka untuk menjaga para hewan ternak. Tak lupa para siswa SD 3 turut hadir untuk menyambut para hewan tiba, memberikan hewan-hewan minum cairan elektrolit agar mereka rileks dan tidak stress karena perjalanan.


Para siswa menggiring hewan. sumber foto: Whatsapp gurp SAI Cibi

Sebuah nikmat yang tak terhitung, tema pembelajaran siswa SD 3 tentang hewan ruminansia tepat jatuh di moment Idul Adha. Jadilah mereka belajar secara langsung, real life exsperience. Merawat hewan dan mengamati langsung bentuk saluran pencernaan hewan ruminansia, hingga adab terhadap hewan, termasuk menyembelihnya; menarik bukan!

Qurban kali ini sedikit berbeda. Biasanya kami dibantu oleh saudara seperjuangan; para bapak-ibu guru dan kakak-kakak SAI Bless. Untuk tahun ini kami selenggarakan mandiri. Hanya para guru, beberapa ots, dan tentunya anak-anak solih lagi solihat para siswa SAI Cibinong.

Kamis pagi, waktu yang kami pilih untuk menyembelih hewan. Pukul 07.15 kambing qurban pertama berhasil disembelih oleh Pak Maulana. Tak hanya guru-guru, beberapa siswa dan ots yang hadirpun terlihat antusias. Terutama para siswa SD 3. Sekali lagi, mereka belajar bagaimana cara menyembelih yang baik. Pisau harus tajam agar tak menyakiti hewan; menghadap kiblat; takbir dan basmallah mengiringi prosesi;  mata hewan qurban ditutup oleh telinganya agar tak melihat tajamnya golok, penyembelihan tidak dilakukan di depan para hewan lain; serta yang terpenting adalah penyembelihan dilakukan oleh seorang laki-laki. Masha Allah, betapa sempurnanya Islam; bahkan kepada hewan sekalipun. Terima kasih Allah, telah pilih kami memeluk agama yang syumul ini.

Setelah hewan mati, pengulitanpun dimulai. Ada yang berduet dengan sesama guru, ada yang berduet dengan ots, ada pula yang trio. Helai demi helai kulit-kulit tersayat. Isi perut terurai, daging tercacah, tulang tercincang. Setelah hak para pengqurban disisihkan, daging siap ditanding dan dikemas. Sementara di ruang terbuka yang tak jauh, harum semerbak aroma masakan team konsumsi duet antara guru dan ots menggoda perut yang meronta. Suara tumisan bumbu, dentingan sodet yang bertemu wajan, hingga gesekan pisau yang bersua talenan hadirkan harmoni tersendiri.






sumber foto: Pak David

Alhamdulillah 1 ekor sapi dan 7 ekor kambing berhasil disembelih dan digarap oleh komunitas SAI Cibinong hingga 200 kantong daging berhasil tersalurkan. Allah benar-benar mempermudah urusan kami. Hewan-hewan yang soleh dan tidak berontak saat disembelih, team yang solid dan cekatan, serta anak-anak yang ringan tangan dan tanggap membantu seluruh panitia. Pukul 14.00 daging qurban berhasil didistribusikan. Semoga Allah menerima amal ibadah para pengqurban dan seluruh orang yang terlibat dalam prosesi ini. Tabarakallah.



distribusi daging qurban.
sumber foto: wa grup SAI Cibi

Acara hari ini ditutup dengan makan bersama. Setelah para bapak guru dan para ayah memulai mengambil makanan, antrian pun dilanjut oleh para ibu guru, para bunda, dan tentunya qurota’ayun-qurota’ayun kami. Masha Allah, nikmat-Nya yang manakah yang kau dustakan. Begitu indah sinergi dalam komunitas ini.

"Duhai Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun untuk mencurahkan mahabbah hanya pada-Mu, bertemu dalam taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru (di jalan Mu), dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu. Kuatkanlah ikatannya, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya, terangilah dengan cahaya-Mu yang tiada pernah padam, lapangkanlah dadanya dengan karunia iman dan keindahan tawakal pada-Mu, hidupkanlah dengan ma’rifat-Mu. Matikan dalam syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan penolong. Semoga shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rosulullah Muhammad, beserta keluarga, sahabat, dan ummatnya."



Diposting oleh Rima Aulia di 14.38 1 komentar Link ke posting ini  

Sesulit taat

Selasa, 14 November 2017

Merenungi makna taat. Teringat kisah Abu Anbiya; Ibrahim as, terkenang kembali perjuangan Sang Nabi bersama para sahabatnya.

Terbayang seorang laki-laki yang menua dalam darmanya sebagai Rasul. Sepanjang ruhan bakti pada Ilahi, terselip satu penantian. Tak jua hadir sosok simungil yang memanggilnya "ayah". Harapannya untuk memiliki palanjut agama Allah yang lurus dari sulbinya telah lama digayutkan di langit dengan temali doa. Harapan itu tak pernah hilang. Memang tak makin tinggi. Hanya makin dalam, makin syahdu. Ketika rambutnya memutih, Ibrahim as menuai buah kesabaran. Lahirlah Ismail, putra yang santun, amat sabar, dan bijaksana.

Hari berganti. Ujian kembali hadir. Lelaki taat nan baru memiliki sibiran tulang diusia senja mendapat perintah NYA untuk meninggalkan bayi merah nan mungil itu di padang gersang tak bertuan. Amboi... kesabaran dan ketaatannya kembali teruji. Allah yang beberapa cecah menganugrahkan buah hati, kini memerintahkan mereka berpisah. Berpisah tanpa janji untuk jumpa lagi. Ringankah itu bagi Ibrahim?

Masa bergulir. Kekasih Allah itu kembali dikumpulkan dengan istri dan buah hati tercinta. Hari-hari mereka isi dengan ketaatan hanya padaNYA. Hingga disuatu waktu, ujian ketaatan kembali terulang. mimpi 3 kali berturut-turut menyapa tidurnya. Perintah menyembelih sibiran tulang menghampiri. Si soleh nan beranjak besar dan sudah mampu membantu kerja-kerjanya, harus ia sembelih. "Lakukanlah,  wahai ayah; jika memang itu perintah Allah" jawaban penuh keyakinan Ismail menguatkan hati sang ayah untuk kembali taat menjalani perintahNYA. Mudahkah itu bagi Ibrahim?

Atas nama taat, semua terlewati. Andaikan Ibrahim menentang perintahNYA meninggalkan simungil kesayangan di padang tandus lagi gersang atau perintah menyembelih sang buah hati kesayang tidak ia indahkan; boleh jadi kita tak pernah mengenalnya sebagai Abu Anbiya dan namanya tak abadi dalam shalat-shalat kita.

Terkenang kisah Hudzaifah sang diplomat Rasulullah. Malam begitu pekat, dingin serasa membekukan sumsum. Badai pasir sehari sebekumnya masih menyisakan deru dan debu,  gerisiknya menghantui hati,  mencengkamnya dalam bayang-bayang kehancuran dan kebinasaan

Rasulullah memanggil dan menyeru tugas. "siapa yang akan pergi ke perkemahan Abu Sufyan dan teman-temannya? dan kembali untuk mengabarkan keadaan mereka kepadaku?" begitu sabda Sang Nabi.
Hening sekali,  tak ada suara selain desis angin. Dingin memang menusuk,  lapar begitu melilit. Dalam gelap,  setiap orang mencoba menatap lutut merekam menyembunyikan wajah yang sedari awalpun memang sudah tak terlihat.

"Siapa yang bersedia,  aku akan meminta pada Allah agar menjadikannya karibku di syurga" Ucapan Rasul menguatkan kembali permintaan beliau.

Duhai,  alangkah indah balasannya. Hal yang menjadi impian setiap orang. Namun amanah untuk kembali hidup-hidup? ah... sepertinya lebih ringan jika saja tugas itu berisi "mati di sana"

"Dimana Hudzaifah?" akhirnya beliau saw menyebut nama. kelegaan merasuki tiap-tiap muslim. Sementara,  ada sebuah hati yang penuh debat; pencampuran antara terkejut,  takut,  bangga; berdegub di salah sutu sudut kalbu.

"Saya di sini ya Rasulullah" sambut Hudzaifah. 
"Hai Hudzaifah, pergi dan masuklah ke tempat mereka. Lihatlah apa yang mereka kerjakan dan jangan melakukan apapun hingga kau kembali tiba di tempat ini" sabda Sang Nabi tegas.

"sami'na, wa ato'na ya Rasul" jawab Hudzaifah yakin.

Berangkatlah Hudzaifah menuju markas musuh. Dijalankannya amanah Sang Nabi dengan penuh taat. Hingga suatu ketika, Ia melihat Abu Sufyan melangkah gontai ke arah untanya terikat. Dari tempat duduk, berdebar Hudzaifah meraba busurnya. Abu Sofyan begitu dekat tak terhalang, mudah dibidik. Kesemoatan begitu terbuka lebar. Adrenalin Hudzaifah menderaa. Inilah pemimpin Quraisy, penentang Sang Utusan Allah, orang yang menyengsarakan kaum muslim. Inilah kesemoatan untuk menghabisinya. Jika berhasil, matipun Hudzaifah tak akan menyesal.

Tapi tiba-tiba Hudzaifah teringat sabda sang Nabi yang mengharuskannya kembali untuk melapor. Tugasnya hanya mengamati, tak lebih. "jangan lakukan apapun hingga kau tiba kembali di tempat ini" sabda Sang Nabi begitu terngiang.

perlahan ia lepaskan busur dari genggaman tangannya yang berkeringat dingin. Ia memilih untuk taat pada perintah Nabinya.


Andaikan Hudzaifah tetap mengarahkan busur dan melepaskan anak panahnya ke arah Abu Sufyan, mungkin sejarah tak pernah mencatat ikrar tauhid dan keimanan Abu Sufyan dikemudian hari. Bisa jadi Hudzaifah tak harum namanya sepanjang zaman sebagai diplomat Rasululloh yang cerdas,  berani,  lagi amanah.


Taat,  sebuah kata yang butuh pembuktian,  kerja keras, dan kerja cerdas. Bukan hal yang mudah memang, karena ianya menuntut perjuangan,  pengorbanan, bahkan hingga terkorban; namun tengoklah balasannya. Amboi.... tak ada kata yang bisa mewakilinya.

Tak ada kenikmatan yang hadir tiba-tiba. Perjuangan, pengorbanan, peluh yang menganak sungai, air mata nan meleleh, mungkinpun darah mengalir menjadi latar belakangnya. Begitupun dengan taat. Jalannya penuh onak dan duri. hingga ku tak tau, mana pangkal mana ujung.

Duhai Tuhan pemilik seruan alam,  tetapkan hayi kami dalam ketakwaan padamu dalam segala kondisi hingga gemilangnya mengantarkan kami meraih RidhomMU. Aamiin...

Diposting oleh Rima Aulia di 00.20 0 komentar Link ke posting ini  

September bagi Pelangi

Minggu, 17 September 2017

Pelangi di Bandara Soe-Ta

September selalu membawa cerita bagi Pelangi. 6 musim yang lalu,  Pelangi mengikhlaskan Langit bersama Angin. Meski perih, ia tetap membantu prosesnya hingga Langit dan Angin menjadi raja dan ratu sehari. 

Musim terus berganti,  Pelangi kembali bertemu dengan September. Pada musim lalu, Pelangi menemukan nuansa baru di bulan september. Manis seperti cotton candy yang disukai anak-anak. Awan hadir menorehkan cerita baru dalam lembaran hidup Pelangi. Menyapanya dengan lembut, menyelimuti hatinya dengan kehangatan, melukiskan senyum dan keriangan. Bagai musim semi,  bunga-bunga subur tumbuh dan berkembang di hati pelangi. 

Adalah sebuah keniscayaan, musim semi pasti berlalu. Lumat pada roda waktu. Masapun terus bergulir. September kembali menyapa pelangi. Kali ini dengan kisah yang berbeda dengan September musim lalu. Cerita 6 musim yang lampau kembali terulang di September kali ini. Pelangi kembali harus melepaskan. Merelakan Awan merangkai hidup dengan yang lain. Namun ada rasa yang berbeda dengan 6 musim lampau. Musim kali ini dilalui Pelangi dengan datar. Ia menelisik ke relung terdalam, adakah sedih ia temukan. Ternyata tidak. kembali ia menelusuri sudut kalbu,  adakah kecewa menyapa. Oh... tak ditemukannya. Perjalanan ia lanjutkan. Adakah kehilangan bertandan di sisi hati Pelangi.  Dengan mantap pelangi menjawab,  "aku tidak merasa kehilangan karena sejatinya aku tak pernah memiliki."


***
Terima kasih kisahnya, Pelangi. Kali ini kau menyuguhi ku pelajaran tentang cinta. Kepada cinta,  terima kasih telah memperlihatkanku berbagai wajah. Tentang sakitnya jatuh cinta diam-diam; jatuh cinta sendiri. Tentang pengecut nan munafik yang hanya berani di belakang dan mengkambinghitamkan cinta. Tentang makna kepemilikan dan cinta itu sendiri. Semoga kisah kalian bisa menambah bekalku ketika suatu saat cinta menyapaku.


Diposting oleh Rima Aulia di 20.40 0 komentar Link ke posting ini  

Postingan Lama
Langganan: Postingan (Atom)

Blog Design by Gisele Jaquenod