Selasa, 28 Februari 2017

temaram nan tak benderang

Lampu di Museum LEB TMII #koleksipribadi

Di balik temaram ia bersinar. Redup memang, namun membawa lembut. Meski tak benderang,  ia mampu membawa terang.

Di sisi kubus awal bersua. Hening memang, namun penuh makna.Meski minim cakap, ia mampu bercerita.

Di titian jalan ia menyapa. Sederhana memang,  namun begitu berarti. Meski datar, ia mampu membuat kurva.

Meski tak benderang, walau irit cakap, dan terkadang datar; ia mampu membuat huruf-huruf berjatuhan menjadi puisi. Ia membuat perjuangan menahan degup terasa berat agar tak melanggar titah Tuhannya.

Butiran bening di sudut mata nya nan mengalir perlahan dan urat yang menggurat membuat semakin kokoh dan bertahta. Kembali ku bisikkan ke bumi agar langit mendengarnya.

Senin, 27 Februari 2017

samar

Anggrek di halaman sekolah

nanar yang tersamar
ungu terkadang meragu
hitam yang mengelam
pekat yang mencekat

ikhlas yang memelas
rumit dalam sekelumit
reka yang tak peka
pecah yang membelah

diam yang membungkam
deru kian mengeruh
rasa yang mengasa
pahit dan kian sakit

#berbisik pada bumi agar di dengar langit. berharap doa bertarung dengan takdir.

Jumat, 24 Februari 2017

Kereta telah membawamu pergi

Hari ini tak akan pernah lagi bersua dengan senyum renyah mu,  atau sapa ramahmu. "Sehat bu?" pertanyaanmu hampir disetiap kita berjumpa di awal hari dengan ditemani sapu lidi seolah menyambut kehadiranku.


Hari ini juga tak akan pernah ku dengar cerita-cerita mu mewarnai hari-hariku di sekolah. Tentang ayam yang main ke bengkel,  toko yang kemalingan,  atau tanganmu yang dicakar "bubu" si kelinci sekolah. 

Hari ini tak akan pernah lagi ku temui kau mempercantik sekolah kita pak. Menyapu dan membersihkan setiap sudut dan titik dengan penuh dedikasi. Pernah suatu hari saat dirimu tak masuk, ku coba membersihkan. Belumlah seberapa, kelelahan telah mengeroyokku. "cape ya bu Rim jadi pak Toto?" Bu Jae menyapaku kala itu. Mungkin sederhana seketika dipandang, namun ternyata berat dan melelahkan. Tapi tak pernah ku dengar kau mengeluh, tak pernah ku jumpai kau merutuk. Ikhlas. Besar hati. Amanah. 

Hari ini tak akan lagi ku temui orang yang begitu peka untuk membantu. "Mau ngapain bu?" pertanyaan yang selalu keluar tatkala ku sedang mencari atau ingin membuat sesuatu.

Hari ini tak akan pernah lagi ku dapati percakapan khas di dapur. "Ngopi bu, dingin?" tawar mu pada ku saat kau menyeduh minuman pekat kegemaranmu.
Rabu kemarin terakhir kita bersua. Kau memang tampak pucat, namun senyum khas dan sapa ramahmu tak pernah hilang. Deengan ceria kau ceritakan sakit yang kau rasa sejak sabtu siang itu. tak terlihat keluhan di wajahmu. Kau juga bercerita akan mendapatkan mantu dibulan April. "Calon mantu saya orang Harjamukti bu, orang Tapos. Bu Rima Taposnya sebelah mana?" tanyamu sore itu. Perbincangan terus berjalan. Kau tawarkan kami untuk membawa nangka yang sudah tiba waktu panennya. Ah,  Pak Toto.... dalam sakitpun kau selalu ingin berbagi.

Waktu beranjak, kamipun pamit. Meski lemah, kau antar kami hingga di halaman. Bahkan kau menawarkan membantu mengeluarkan kuda besiku. "Bisa bu?, hati-hati licin." kau mengingatkanku -dan ternyata itu percakapan terakhir kita-. Kau mengantar kepulangan kami lagi-lagi dengan senyummu. Senyum terakhir yang ku jumpai saat hidupmu.

Kamis pagi bubu hilang Pak. Beberapa guru sudah mencoba mencari, tapi tak berhasil. Kami pun melanjutkan kegiatan kembali hingga sore tiba. Hujan mengguyur dengan deras, membuat kami semakin betah di sekolah. Alhamdulillah bisa sekalian mengerjakan tugas dan menunggu SD 2 pulang outing dari Bandung.

Jam 5 sore SD 2 pulang outing. ku lihat Bu Jae masih riweh dan wara wiri menunggu anak-anak di jemput. Tetiba ada seorang tamu datang ke sekolah," bu besok Pak Toto ga masuk sekolah lagi, Pak Toto udah ga ada" kabar dari sang tamu kepada Bu Jae. Bu Jae berteriak memanggilku. wajahnya penuh rasa terkejut dan panik. " Bu Rim, Pak Toto meninggal!. kabar yang sungguh sangat mengejutkan. Degup jantungku seolah berhenti. Mataku panas. Hampir aku tak percaya. Kemarin kita baru saja berjumpa dan bersenda gurau. Kini "kereta" telah membawamu pergi. Tak pernah ada lagi kau di sini.

Memori tentangmu menari manja dalam benakku. Bunga-bunga cantik yang tumbuh subur karena kau tanam dan kau rawat sepenuh hati. Gerbang sekolah nan elok buatanmu. Kolam ikan yang memperindah sekolah,  atau bebangku batu yang kau ukir dengan tanganmu nan kekar. Pojok sampah organik yang selalu terisi penuh oleh dedaunan yang kau sapu agar sekolah selalu bersih. Tak ketinggalan ternak-ternak kita yang tak jua luput dari sentuhanmu. Pak, semua sudut sekolah tampak sedap dipandang karenamu. Saksikan duhai Rabbi,  Semoga ianya KAU ridhoi sebagai jariah beliau mendapat tempat terbaik di sisi-Mu.

Teringat kau begitu semangat membagikan selebaran info saat kelasku berjualan barang-barang bekas. Sungguh ramai lapak kami dikunjungi warga sekitar. Dan itu karena bantuanmu. "The power of Pak Toto" ucap partner kelasku. Tak tahu lah aku, bila tanpa bantuanmu. Mungkin dagangan kami belum tentu laris manis seperti ini.

Malam ini ku dapati kembali senyummu. Senyum yang berbeda dari biasanya. Senyum pasrah penuh keihklasan dan ketundukan pada Nya. Satu persatu kapas menutup tubuhmu, hingga tibalah wajah tulus dan senyum ikhlas itu hilang tertutup kapas berbalut kafan. Selamat jalan Pak Toto, orang tua kami, guru kami,  rekan kami. Selamat jalan. Semoga kemudahan selalu membersamai mu. Semoga nikmat kubur selalu menemanimu. Tiap sudut sekolah nan cantik yang menjadi karyamu, semoga menjadi jariahmu. Tempat terbaik di sisi NYA menunggu hadirmu. Selamat jalan manusia ramah nan ceria.Hari ini tak akan pernah lagi bersua dengan senyum renyah mu,  atau sapa ramahmu. "sehat bu?" pertanyaanmu hampir disetiap kita berjumpa di awal hari dengan ditemani sapu lidi seolah  menyambut kehadiranku.
hari ini juga tak akan pernah ku dengar cerita-cerita mu mewarnai hari-hariku di sekolah. tentang ayam yang main ke bengkel,  toko yang kemalingan,  atau tanganmu yang dicakar "bubu" si kelinci sekolah. 

Hari ini tak akan pernah lagi ku temui kau mempercantik sekolah kita pak.  menyapu dan membersihkan setiap sudut dan titik dengan penuh dedikasi. pernah suatu hari saat dirimu tak masuk,  ku coba membersihkan. belumlah seberapa,  kelelahan telah mengeroyokku. "cape ya bu Rim jadi pak Toto?" Bu Jae menyapaku kala itu. mungkin sederhana seketika dipandang,  namun ternyata berat dan melelahkan. tapi tak pernah ku dengar kau mengeluh,  tak pernah ku jumpai kau merutuk. ikhlas. besar hati. amanah. 
hari ini tak akan lagi ku temui orang yang begitu peka untuk membantu. "mau ngapain bu?" pertanyaan yang selalu keluar tatkala ku sedang mencari atau ingin membuat sesuatu.
hari ini tak akan pernah lagi ku dapati percakapan khas di dapur. "ngopi bu, dingin?" tawar mu pada ku saat kau menyeduh minuman pekat kegemaranmu.
Rabu kemarin terakhir kita bersua. kau memang tampak pucat, namun senyum khas dan sapa ramahmu tak pernah hilang. dengan ceria kau ceritakan sakit yang kau rasa sejak sabtu siang itu. tak terlihat keluhan di wajahmu. kau juga bercerita akan mendapatkan mantu dibulan April. "Calon mantu saya orang Harjamukti bu,  orang Tapos. Bu Rima Taposnya sebelah mana? tanyamu sore itu. perbincangan terus berjalan. kau tawarkan kami untuk membawa nangka yang sudah tiba waktu panennya. ah,  pak Toto.... dalam sakitpun kau selalu ingin berbagi. waktu beranjak, kamipun pamit. meski lemah,  kau antar kami hingga di halaman. bahkan kau menawarkan membantu mengeluarkan kuda besiku. "bisa bu?, hati-hati licin." kau mengingatkanku -dan ternyata itu percakapan terakhir kita-. kau mengantar kepulangan kami lagi-lagi dengan senyummu. Senyum terakhir yang ku jumpai saat hidupmu.
kamis pagi bubu hilang pak. beberapa guru sudah mencoba mencari,  tapi tak berhasil. kami pun melanjutkan kegiatan kembali hingga sore tiba. hujan mengguyur dengan deras, mmbuat kami semakin betah di sekolah. Alhamdulillah bisa sekalian mengerjakan tugas dan menunggu SD 2 pulang outing dari Bandung.
Jam 5 sore SD 2 pulang outing. ku lihat bu Jae masih riweh dan wara wiri menunggu anak-anak di jemput. tetiba ada seorang tamu datang ke sekolah," bu besok pak Toto ga masuk sekolah lagi, Pak Toto udah ga ada" kabar dari sang tamu kepada bu Jae. Bu jae berteriak memanggilku. wajahny penuh rasa terkejut dan panik. " Bu Rim,  Pak Toto meninggal!. kabar yang sungguh sangat mengejutkan. degup jantungku seolah berhenti. mataku panas. hampir aku tak percaya. kemarin kita baru saja berjumpa dan bersenda gurau. kini "kereta" telah membawamu pergi. Tak pernah ada lagi kau di sini.
memori tentangmu menari manja dalam benakku. bunga-bunga cantik yang tumbuh subur karena kau tanam dan kau rawat sepenuh hati. gerbang sekolah nan elok buatanmu. kolam ikan yang memperindah sekolah,  atau bebangku batu yang kau ukir dengan tanganmu nan kekar. pojok sampah organik yang selalu terisi penuh oleh dedaunan yang kau sapu agar sekolah selalu bersih. tak ketinggalan ternak-ternak kita yang tak jua luput dari sentuhanmu. Pak,  semua sudut sekolah tampak sedap dipandang karenamu. saksikan duhai Rabbi,  semoga ianya KAU ridhoi sebagai jariah beliau mendapat tempat terbaik di sisi-Mu.
teringat kau begitu semangat membagikan selebaran info saat kelasku berjualan barang-barang bekas. sungguh ramai lapak kami dikunjungi warga sekitar. dan itu karena bantuanmu. "The power of Pak Toto" ucap partner kelasku. tak tahu lah aku, bila tanpa bantuanmu. mungkin dagangan kami belum tentu laris manis seperti ini.
saat terakhir menatap wajahmu


Malam ini ku dapati kembali senyummu. senyum yang berbeda dari biasanya. senyum pasrah penuh keihklasan dan ketundukan pada Nya. satu persatu kapas menutup tubuhmu, hingga tibalah wajah tulus dan senyum ikhlas itu hilang tertutup kapas berbalut kafan. selamat jalan Pak Toto, orang tua kami, guru kami,  rekan kami. selamat jalan. Semoga kemudahan selalu membersamai mu. semoga nikmat kubur selalu menemanimu. tiap sudut sekolah nan cantik yang menjadi karyamu, semoga menjadi jariahmu. tempat terbaik di sisi NYA menunggu hadirmu. selamat jalan manusia ramah nan ceria.

Minggu, 19 Februari 2017

seteru nan merindu



Pada jarak yang membuat rindu makin menyatu
terkemas doa pada lelaki hebat kesatu
meski sering kita berseteru
dan tak jarang jua ku buat kau tersedu
namun cintamu tetap menderu

pada langit malam yang membisu
terdengar rintihan mengiris sembilu
terkenang rangakaian indah masa lalu
adakah ianya habis tersapu

pagi datang bersahaja
teringat sapanya manja
segudang asa tetap meraja
meski tubuhnya tak lagi membaja

#rabbighfirli wali walidayya warhamhuma kama rabbayani shogiro

Senin, 06 Februari 2017

Ku nantikan aksaramu


Aku terus bertahan, walau kondisi menjadikan kita seperti tetangga yang dipisahkan oleh sebuah dinding. Padahal sejatinya kita berada dalam satu ruang yang sama.

Aku merasakan keberadaanmu, tanpa pernah tahu apa yang sedang ada di pikiranmu. Sering kali pandangmu kosong, atau justru kau sibuk dengan duniamu sendiri. Bahkan terkadang kalimatmu mengalir lancar,  namun bukan tentang apa yang sedang kita hadapi saat ini.

Jarak antar raga kita dapat kuukur, tapi tidak dengan hati. Sedalam apa pun aku coba menggali. Sebab ia bekerja dan memilih dengan caranya sendiri—formula yang tak ‘kan pernah aku pahami. Maka memang hanya itu modalku untuk terus bertahan: satu keyakinan bahwa suatu saat hal itu akan terbayar setuntas-tuntasnya. Bahwa dinding itu akan roboh, menyatukanmu kembali dengan dunia kita. Mengembalikanmu seperti dua tahun lalu yang ku kenal.

Disela rutinitas kita, sering kali ku coba cari tahu apa yang sebenernya terjadi padamu. Dan kau hanya membalas dengan senyummu yang terkembang manis memperlihatkan gigi geligimu yang tersusun rapi. Atau kau menceritakan kehidupan kita dua tahun lalu sedetail-detailnya. Bahkan memoriku hampir saja melupakannya.

Bukan itu sayang cerita yang ingin ku dengar. Ku menunggu aksara mengalir lancar dari mulutmu yang membuatku mengerti mengapa kau berubah. Adakah dari kami yang menyakitimu di masa lalu? Adakah dari kami yang mengabaikanmu kala itu hingga kini kau seolah tak peduli?
Ataukah materi-materi ini telah membuatmu susah hingga kau memilih untuk mengabaikannya? 

Aku tak yakin dengan pertanyaan terakhirku, karena yang ku tahu kau cerdas; yang ku tahu kau mampu menyelesaikan permasalahanmu seorang diri.

Harapku tetap tak berubah padamu. Semoga dinding itu segera roboh,  agar kau kembali seperti dulu saat 2 tahun pertama kebersamaan kita. Inginku semangat itu kembali berkobar hingga menghidupkan kembali binar di matamu. Ku tunggu saat itu datang ya bang ....



Kamis, 02 Februari 2017

Laut biru


Apa kabar laut biru?
ku lihat langit kosong
walau mungkin tak sepenuhnya penglihatanku benar
bisa jadi ianya hanya tertutup awan hitam

laut biru
ingin ku larung origamiku yang baru jadi
aku tak tahu
kemanakah ombak membawanya
dan kemanakah ia akan berhenti
Karam ditengah lautan
atau berlabuh di sebuah pantai indah berpasir putih nan transparan

laut biru
mungkin ku salah tak menakhodai origamiku
hingga ia hampir terhempas badai
untunglah sang bayu kembali menghembus dengan lembut
hingga ku tahu ternyata kemudiku selama ini terlalai oleh nyiur yang melambai di sudut pantai.