Senin, 18 Januari 2016

Sebungkus nasi uduk

Bismillahirrahmanirrahiim...


Hari ini aku sengaja berangkat lebih awal mengingat ini adalah hari Senin. Biasanya hari Senin jalanan lebih ramai dan macet, maka sebungkus nasi uduk yang dibelikan ibu sebagai sarapan tak sempat ku makan. “bawa sajalah ke sekolah” fikirku.

Aku sampai di sekolah 5 menit lebih lama dibandingkan waktu biasa ku tiba. Setelah briefing pagi, aku bersama anak-anakku segera buka kelas sebagai awalan kegiatan belajar. Jam petama adalah pelajaran bahasa. Kali ini aku meminta anak-anak untuk membuat laporan pembuatan ulat dari karton telur. 30 menit waktu yang diberikan, namun belum semua anakku selesai mengerjakan. Aku meminta mereka untuk menangguhkan pekerjaannya dan melanjutkan kembali saat istirahat. Pelajaranpun dilanjutkan dengan pelajaran agama, tadabur hadits.

Waktu berjalan pasti, tak terasa sudah pukul 09.30, artinya waktu istirahat tiba. “oke... it’s time for snack” ucapku yang disambut sorak-sorai anak-anak. Satu persatu mereka turun untuk mencuci tangan dan memakan snack yang sudah mereka bawa.

Seperti kesepakatan diawal, anak-anak yang belum selesai membuat laporan akan menyelesaikan laporannya saat istirahat. Dengan penuh kesadaran mereka melanjutkan tugas yang tertunda. Sementara anak-anakku yang lain tengah asyik bermain di lapangan dan play ground. Sembari menemani mereka menyelesaikan tugas, ku buka bekal nasi udukku. Tanpa menunggu lama segera ku santap nasi uduk yang sangat menggugah selera. Seorang putri cantik mendekatiku. 
“ibu makan apa? Kayaknya pedas ya?” tanyanya mengandung maksud.
“iya pedas, Naira mau?” tanyaku menembak.
“Naira suka pedas kok bu” balasnya.
“Naira mau coba, boleh kok? Ucapku sembari menyodorkan sendok yang segera disambut penuh senyum.
“iya... ini enak bu. Tidak pedas. Aku suka. Makasih ya Bu Rima” tandasnya dengan mulut yang masih mengunyah.
“sama-sama cantik” balas ku

Ku lanjutkan makanku yang terseling. Tak lama berselang, naira kembali menghampiri sendok makanku dan kembali menyuapkan nasi uduk ke mulutnya. “bu Rima, aku tambah ya nyoba nya” izin Naira padaku yang ku balas dengan senyum mengemebang, “enak ya Nai?” tambahku. Akhirnya kuputusakan untuk menyantap nasi uduk bersama Naira.

Keasyikan kami makan ternyata menggoda Dido yang tengah asik menulis. 
“bu, aku juga mau itu, aku suka pedas” ucapnya tanpa memalingkan wajah dari buku tulis.
“Dido mau coba?” tanyaku
“iya... aku suka nasi uduk” balasnya
“oke, Dido boleh coba setelah selesai menulis ya. Aku tunggu Dido. Oke!” ujarku

Tak sampai 1 menit Dido berhasil menyelesaikan tulisannya. Segera ia menyantap dengan lahap nasi uduk yang memerah karena sambal. Melihat Dido yang lahap, Abraar yang masih menikmati snacknya pun tergoda. Segera ia habiskan snacknya dan meminta izin padaku untuk ikut mencoba mencicipi nasi uduk.

Melihat lahapnya mereka makan, akhirnya ku putuskan untuk menyantap sebungkus nasi uduk ini secara bersama-sama. Mereka rela menunggu sendok-sendok makan bergantian menghampiri. Rasa pedas sambal yang membuat nasi uduk memerah tak mereka rasakan. Masha Allah, nikmat begitu terasa. Meski nasi tak banyak, dan hanya ada satu sendok makan yang dipakai bergantian tak mengurangi serunya acara kami. Sungguh bahagia itu sederhana, sesederhana menyantap sebungkus nasi uduk bersama guru-guru mungilku.

1 comments:

Unknown mengatakan...

ahh..so sweet :)