Selasa, 27 Oktober 2015

pencerahan di hari Sabtu

Bismillahirrohmanirrohiim....



Enlighment yang diadakan Sabtu, 24 Oktober kemarin oleh Sekolah Alam Indonesia (SAI)  bagi seluruh keluarga besar SAI sungguh memberikan pencerahan padaku. Stadium general yang diisi oleh Bapak Aris Ahmad Jaya sang motivator terkenal itu sangat menginspirasi. Yang paling terngiang dalam memory ku adalah menjadi orang yang menyenangkan bagi sesama, perbanyak memberi bukan meminta dan banyak-banyaklah mengangkat jempol. Aku belajar menerapkan ilmu yang baru saja ku terima, mulai dari saat ini, mulai dari yang kecil. 



Senin pagi saat buka kelas, ku coba terapkan ilmu dari Pak Aris. Banyak-banyaklah memberi, bukan meminta. Salah satunya dengan cara mendoakan mereka. Jadi.... anak-anakku masih banyak yang belum mengeluarkan suara saat buka kelas. "Semoga pagi ini yang mau membaca doa dan dzikir al ma'tsurat dimudahkan dalam belajar, diberi kecerdasan oleh Allah, diberi kemudahan dalam menghafal Qur’an, membaca utsmani, dimudahkan dalam memahami ilmu dan semakin disayang orang tua. Aamiin." Doaku tepat di hadapan mereka. 


Dan... Masha Allah, semua anak mengeluarakan suaranya saat berdoa dan berdzikir. Padahal selama ini aku selalu meminta mereka untuk mengeluarkan suara ketika buka kelas, namun tidak semua dari mereka memenuhi pintaku. Ketika ku rubah caraku dengan cara memberi doa pada mereka, dengan sekejap semua anak mengeluarkan suaranya untuk berdoa dan berdzikir pagi dengan tertib...... Masha Allah. Benar kata pak Aris, perbanyaklah memberi bukan meminta, maka kan kau temui keajaiban

Kejadian berikutnya adalah ketika siang hari, Sulthan, salah seorang anak kelasku, main ayunan di play ground, didorong oleh temannya Naufal. Naufal salah satu ABK di sekolah kami. Saat Naufal mendorong ayunan terlalu keras, Sulthan terjatuh. Naufal tertawa dan menunjuk ke arah Sulthan sambil berkata, "Jatuuh". Sulthan sangat marah, mengejar Naufal dan melapor padaku tentang yang dilakukan Naufal kepadanya. 


Sambil tergopoh-gopoh menahan amarah ia menceritakan kejadianya panjang lebar. Aku diam sejenak kemudian berkata, "Sulthan marah ya? Iya, bu Rima mengerti. Tapi taukah Sulthan? Sulthan sudah membantu Naufal untuk belajar bicara." 
Naufal salah seorang ABK di sekolah kami, autis dan speed delay. Amarah Sulthan langsung menyusut.  
"Bener, aku sudah bantu Naufal bicara?" Dengan tatapan penuh tanya, Sulthan bertanya padaku.
"Iya. Mudah-mudahan jadi pahala untuk mas Sulthan ya. Terima kasih sudah mau bersabar dengan Naufal." Jawabku. Sulthan mengangguk, melangkah pergi meninggalkan ku dengan wajah yang cerah.


Kejadian selanjutnya adalah saat tutup kelas. Setelah evaluasi pembelajaran selama sehari, aku mendoakan anak-anakku untuk datang on time dan tidak terlambat masuk kelas. Sudah setengah semester ini masih ada saja anak-anakku yang datang terlambat ke sekolah. Dan... benar saja, ketika selasa pagi kami akan buka kelas, tinggal satu anakku yang belum datang. Barulah sepuluh menit kemudian ia hadir. Dan itu artinya semua anakku telah lengkap kehadirannya sebelum kelas pertama dimulai. Alhamdulillah. -besok, Rabu 28 Oktober, tepat di hari sumpah pemuda... kira-kira kejutan apalagi ya yang akan kuterima dari anak-anak idiologisku, *hemh... jadi penasaran-.


Saat ini, aku sedang belajar lebih banyak menggunakan jempol ku, dari pada telunjuk ku. Lebih bersabar melihat anak-anak berproses, mencintai anak-anak ku tanpa syarat apa pun, menerima mereka apa adanya dan memberikan pendidikan terbaik yang bisa aku berikan.
Semoga ini kelak menjadi pemberat timbangan ku di yaumil akhir. Semoga menghadirkan Ridho dan cinta dari Sang Maha Baik. Aamiin 





Jumat, 23 Oktober 2015

De'FLora Cafe

bismillahirrohmanirrohiim....


Jum’at 23 oktober adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh siswa kelas 3 Ammar bin Yasir karena mereka akan membuka cafe sebagai project business nya pada tema pembelajaran kali ini.

De’flora cafe, nama yang mereka pilih untuk cafe saung mereka. Buka hanya satu hari mulai pukul 09.00 – 10.00. hanya satu jam saja cafe itu buka, maka tak heran para orang tua telah ramai menanti sedari pagi. Tak terkecuali dengan anak-anakku SD 2 Abdurrahman Bin Auf.

Pagi itu kami tengah asik membuat mainan air di halaman sekolah. Beralaskan terpal dan berpayung rimbunnya pohon rambutan, anak-anak begitu antusias menyelesaikan maianan air mereka. Senyum mengembang di wajah polos mereka, teriakan tanda senang telah berhasil membuat mainan sendiri bersahut-sahutan satu demi satu. Atraksi anak-anak yang telah berhasil menyelesaikan pekerjaannya semakin memotovasi anak-anak yang belum selesai.  Ada wajah ceria, ada wajah senang dan ada wajah penasaran untuk bersegera menyelesaikan tantangan terlukis jelas  menghiasi pandanganku.

Sayang.... Suasana kondusif seperti itu tak berlangsung lama setelah terdengar  alunan instrument musik dari saung kelas 3. Tak sedikit anak-anakku ‘clingak-clinguk’ dan menengadahkan kepalanya mencoba melihat suasanan di SD 3. Tak sedikit juga kicauan bertandang ke telingaku 
“ayo bu... cepat, nanti aku ga kebagian”.... ucap seorang anakku panik takut kehabisan.
 “ Selesaikan dulu tugas kita, jam setengah 10 kita baru ke cafe” sergahku tegas. Tak ada pilihan. Mereka bersabar dan menanti waktu yang telah ku janjikan.

“yeay... times is up” ucapku yang disambut sorakan dan lompatan  keceriaan. “ kita rapihkan ini semua, kalian cuci tangan baru ke cafe ya!” tambahku.
“okey...bu, siyaaaap” buru mereka.

Suasana cafe begitu ramai dan padat. Kami harus mengantri mencari meja-meja yang kosong. Satu persatu konsumen pergi. Akhirnya anak-anakku bisa mendapatkan meja. Salman, Abrar, Muaz, Syafiq  memesan es blubery sedangkan Dido dan Sultan masing-masing memesan roti bakar dan es blubery. Naufal memesan kacang dan es blubery, sementara Naira hanya membeli buku saku lalu kembali bermain di play ground.

Detik berjalan begitu cepat hingga berganti menit. Pesanan tak jua hadir. Anak-anakku mulai lelah menunggu. “sudah... kita kembali ke kelas yuks, waktunya sudah habis. Saatnya pelajaran matematika.” Ucapku menguji ke tahanan mereka. 
“ga ah bu, kitakan udah pesen. Kasian kalau dibatalin” ucap Salman membantah halus. 
Masha... Allah, batinku lirih berucap, kagum melihat tanggung jawab mereka. Beberapa kali ku coba menggoda merekka membatalkan pesanan, namun tak berhasil. Point pertama ku dapat. Komitmen dan bertanggung jawab pada tindakan. Thanks guys, sudah hadiahkanku contoh konkrit hari ini.

Menit semakin berlari. Kegelisahan semakin merajai wajah-wajah lugu itu. Kali ini tak lagi ku goda mereka. 
“sabar ya... kakak-kakakkan masih belajar, kalian tunggu aja. Nanti juga datang” bujukku berharap dapat menenangkan.

Beberapa menit berlalu, akhirnya pesanan datang. Sayangnya tak sesuai permintaan. Es tinggal tiga gelas. Sulthan segera mengambil segelas es dan sepiring roti bakar. 
" Tinggal dua gelas, bagaimana ini?” Tanyaku. 
“owh, gini aja, satu gelas berdua. Kan pas tuh. Aku sama Abrar, Syafiq sama Muaz. Nanti kita bayarnya patungan” seru Salman memberi solusi. 
Akhirnya mereka dapat menikmati es yang segar itu tanpa masalah. Point ke dua kudapat. Fokus pada  problem solving. Bukan menghujat  tak tentu arah.

Di meja berbeda ku lihat Dido tengah menikmati roti bakarnya. Sepotong demi sepotong roti telah ditelannya dengan lahap. Sementara di pojok yang berbeda ku lihat Naufal tengah asik menikmati kacang goreng dan segelas blubery nya. “anak-anak anteng kalau lagi makan” bisik kalbuku.

“hei...kalian, bagaimana ini... kenapa minum pesananku tak juga datang” nada tinggi Dido mengagetkanku. 
Ku tatap dari kejauhan. Ku lihat kakak-kakak SD 3 tengah menjelaskan pada adiknya bahwa minumannya telah habis dan mereka tidak bisa menyediakan pesanan sang adik kelas. 
“tidak mau tahu, kalau tidak ada minum, aku tidak mau bayar” ucap Dido dengan logat Medannya yanng masih tersisa.

Ku tanya pada SD 3 tentang kejadian tersebut. Ku temui pak Hendi –guru kelas mereka- ku beri tahu keluhan Dido. Tenryata es yang siap minum telah habis. Tinggallah es beku yang belum dicairkan. Ku minta pada mereka untuk mencairkan es itu dan memberikan pada Dido. Sementara itu, ku dekati Dido dan ku tanyakan ada apa. Ku regulasi emosinya. Kusampaikan padanya bagaimana cara menyampaikan keluhan yang baik. Bocah gempal nan lucu itu terdiam dan memahami kata-kataku. Segera ia perbaiki ucapannya. Sang petugas cafe pun memahami sikap Dido. Point pembelajaran kembali ku dapat. Menuntut hak diperbolehkan, aslakan dengan cara yang baik, sedangkan estimasi diperlukan agar  tidak merugikan hak orang lain.

Cafe hampir tutup. Masih ada 2 pot portulaca yang belum terjual. Inisiatif kembali muncul.
“kita beli aja yuk tanamannya. Kasian kakak SD 3 kalau dagangannya ga laku.” Ucap Salman. 
“tapi uang ku ga cukup” tambah Abrar. 
“ya udah kita patungan aja lagi” imbuh Muaz. 
“owh iya bener, tapi Muaz...kamu ga usah patungan ya, aku aja yang beli untuk kita berdua. Kan tadi kamu udah bayarin aku es” sambung Syafiq. 
Tak sampai 5 menit tanaman portulaca ludes terjual. Kembali ku dapatkan point. Tak selalu membeli sesuatu karena kebutuhan, adakalanya membeli karena ingin membantu sesama. Tak selamanya keterbatasan menghambat kita menolong orang lain. Bila kita bersatu. Maka masalah akan lebih mudah teratasi.


Jam pelajaran matematikaku memang terpangkas separuhnya. Tapi aku senang dan merasa beruntung. Anak-anakku belajar banyak hari ini. Tak hanya sekedar hitung-hitungan matematis yang menjujung tinggi kognitif, namun juga kesabaran, tanggung jawab, saling tolong, bagaimana cara menuntut hak, estimasi, sosialisasi dan banyak hal lagi telah mereka dapatkan hari ini. Terimakasih SD 3, terimakasih kakak-kakak telah membuka de’flora cafe hingga adik-adikmu mendapatkan banyak pembelajaran pada event kali ini.