Selasa, 25 Agustus 2015

Penalaran moral versus penanaman moral


Bismillahirrohmanirrohiim...

Alhamdulillah setelah sekian lama ga ngeblog, akhirnya diberi kesempatan untuk kembali menyapa si hijau ini...  lagi pengen berbagi kisah sekolah nih.

Kejadian 1 saat worksheet religion

Bertepatan dengan bulan agustus, biasanya sekolah kami mengambil tema Indonesian Culture dalam rangka peringatan HUT kemerdekaan RI. Nah, salah satu materi ini pelajaran agama adalah tadabur QS Alhujarat ayat 18 yang intinya berisi tentang penciptaan manusia yang bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar manusia saling mengenal dan manusia yang paling mulia adalah manusia yang paling bertaqwa. Berhubung aye megang kelas 2 SD, maka muatannya disesuaikan dengan usia mereka, dan titik tekannya adalah menghargai budaya serta fisik manusia yang Allah ciptakan berbeda. Just  it, simple dan konrit sesuai dengan tahap perkemabngan otak mereka.

Ketika worksheet, aye masukin 2 soal tentang makna ayat tersebut. Soal 1 menanyakan bagaimana sikap siswa bila ada teman yang fisiknya sangat jauh berbeda dengan keadaan fisik siswa tersebut. Kalau saol ke-2 nanyain boleh ga kalau kita menghina bahasa daerah orang lain dan apa alasannya.

Seoarang anakku dengan bahasanya yang masih lugu menjawab soal 1: “tidak boleh menghina dan ngatain teman. Karena aku ga suka kalo ada orang ngatain aku, jadi aku ga mau ngatain orang itu karena orang itu pasti ga suka juga dikatain.”

Sedangkan soal ke-2 dijawab: “ga boleh hina-hina, karena kalau menghina bisa buat orang sakit”


Kejadian 2: bermain di taman

Saat jam free play anak-anakku bermain di taman, tak hanya anak-anak kelas 2, tapi juga adik-adik mereka yang masih TK. Kecerian begitu terpancar di mata-mata jernih mereka, keseruan pun terlihat dari riang tawa dan senyum lebar di wajah-wajah polos itu. Lagi asiknya menatap anak-anak bermain, tetiba telingaku menangkap anak lelakiku berteriak melerai anak yang lain yang memukul adiknya yang masih TK “tidak boleh pukul, pukul itu sakit. Kamu mau ga kalau dipukul?” dan dengan sekejap bocah lelaki itu menghentikan pukulannya ke adik kelasnya.

Cerita di atas sedikit gambaran keseharian di sekolah kami. Bukanlah penanaman moral yang dibudayakan di sekolah kami, melainkan penalaran moral yang dilatih sejak dini. Penanaman dan penalaran moral, mungkin sepintas terdengar sama. Namun hakikatnya terdapat perbedaan yang sangat mempengaruhi insan.

Lewat penanam moral semua manusia tahu bahwa mencuri itu dosa, menghina orang itu tidak baik, melawan arus itu membahayakan, berdusta itu tercela, berzina itu terlaknat dan korupsi itu haram. Tapi... berapa banyak para pencuri bertebaran, berapa banyak orang yang saling menghina dan menghujat, berapa banyak pelanggar lalulintas di jalan raya, berapa banyak kasus perzinahan terungkap dan begitu ramainya rutan karena koruptor semakin bertambah. Semua orang tahu, bahwa hal tersebut adalah  DOSA, TIDAK BOLEH, TERLARANG DAN HARAM.

Penalaran moral melatih manusia berfikir bahwa segala peraturan dan hukum tercipta karena manusia membutuhkannya, bukan sebagai alat untuk menakut-nakuti. Penalaran moral mengajarkan bahwa aku tidak mau dipukul karena dipukul itu sakit, untuk itu aku juga tidak boleh memukul orang karena orang yang aku pukulpun sakit seperti aku. Penalaran moral mengajarkan bahwa aku tidak mau mencuri, karena kehilangan sesuatu itu sangat tidak mengenakkan, dan untuk itulah aku juga tidak mau mencuri karena orang yang aku curipun akan merasakan rasa yang sangat tidak enak.  Penalaran moral mengajarkan bahwa tidak ada satupun manusia yang mau menjadi korban kejahatan, sehingga ianya dapat mencegah diri dari berbuat kejahatan.

Pemikiran anak-anak usia  TK hingga SD masihlah sangat konkrit. Mereka tak paham apa itu dosa, mereka tak tahu apa itu pahala, merekapun bertanya seperti apa itu syurga dan neraka. Mengajarkan sesuatu yang masih abstrak tentulah tidak mudah mereka serap. Mengajrakan mereka bahwa memukul teman itu dosa cenderung membuat mereka penasaran dan akhirnya semakin bersemangat untuk memukul temannya. Lain halnya bila yang kita ajarkan adalah bahwa memukul itu sakit, dan kita ajak mereka berfikir bagaimana jika diri mereka yang dipukul, maukah mereka bila mereka dipukul dan pertanyaa-pertanyaan lain yang melatih penalaran hingga kesimpulan untuk tidak memukul itu keluar dari mulut mereka sendiri, terfikirkan oleh kesadaran untuk tidak mau dipukul.

 Mungkin butuh waktu yang lebih lama ketika mengajak mereka bernalar dibanding melarang mereka memukul karena mukul itu dosa nanti masuk neraka. Mungkin hasil yang didapat sama, anak tidak akan memukul teman, namun efek yang terjadi sangatlah jauh berbeda. Penalaran moral menyadarkan mereka bahwa memukul itu tidak boleh karena dipukul itu sakit dan tak ada satu orangpun yang mau disakiti. Sementara penanaman moral menjadikan anak berhenti memukul karena adanya ancaman memukul itu adalah dosa dan dosa itu masuk neraka. Saya rasa teman-teman sudah dapat membedakan mana yang terlahir dari kesadaran dan mana yang terlahir dari sebuah ancaman.


Semoga ada manfaat yang bisa diambil dari kicauan ini hingga penalaran moral tak hanya sekedar kata. wallho a'lam bis showab