Sabtu, 16 November 2013

ikatan di kaki si putih

Bismillahirrohmanirrohiim

sudah beberapa hari si putih bertanduk di kaki ini berkunjung ke sekolah kami, untuk apalagi selain "nyatronin" kandang unggas di pojok sekolah. awalnya hanya datang pagi saat sarapan, lalu menghilang dan baru kembali pada pagi keesokan hari. kami juga tak permasalahkan kelakuaan makan gratisnya, yah... anggap saja berbagi pada setiap mahluk Alloh. lama-lama si putih makin betah silaturahim ke kandang unggas kami. kami bertanya-tanya pada tetangga sekitar siapakah gerangan pemilik siputih, namun tak satupun yang tahu, dan si putih semakin rajin berkunjung.

hari demi hari si putih makin berani, bukan hanya ikut makan gratis, namun si putih mulai meresahkan pemilik kandang. mulai dari mengajak berantam si ayam jantan, menyerang bebek jantan, mematok-matoki bebek-bebek betina yang sedang mengeram, melukai anak-anak bebek hingga mengejar-ngejar ayam betina si primadona kandang. "huh!!! ini tak bisa dibiarkan. kelakuaannya seperti penjajah, kalau ga ditindak, unggas-unggas yang menjadi amanah dari orang tua siswa akan menderita dan mungkin juga mati" fikiran ku bicara, yang ternyata sama dengan apa yang ada di benak kepala sekolah. akhirnya keputusan di ambil. si putih di buang di tempat yang tidak bisa membuatnya kembali ke kandang unggas kami.

beberapa hari si putih tak terlihat, alhamdulillah... lega. unggas-unggaspun bisa hidup tenang dan enak. hari ketiga setelah "pembuangan", ternyata si putih berhasil menemukan "jalan pulang" ia sudah bertengger manis di pagar kandang. "astagfirullah, kok dia balik lagi ya, wah... siap-siap terjajah lagi nih", ucap seorang teman. dan realitapun terjadi demikian. unggas-unggas kembali menderita dan terjajah. akhirnya diputuskanlah kaki si putih diikat dengan tali rapia di salah satu sudut kandang agar ia tidak melukai dan menjajah warga lain, namun tetap bisa ikut makan.

si putih berontak. ia berkokok-kokok sebagai bentuk protes. mencoba berlari ke sana ke mari, mengejar-ngejar warga kandang namun hanya bisa pada batasan panjang tali. sayapnya dikepakkan kuat-kuat. nihil!! usahanya meloloskan diri gagal. setelah berhari-hari terikat siputih pasrah dan ikhlas menerima konsekuensi dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. beberapa hari terikat si putih makin baik. kerjanya hanya makan, mengais dan jalan-jalan. tidak lagi terobsesi menjajah warga pribumi. kelakuannya semakin manis. akhirnya kami memutuskan untuk melepaskan ikatan pada kaki si putih.masya Allah, luar biasa!! siputih berubah. kini ia jadi lebih manis dan bersahabat. dia tidak lagi meresahkan warga. tidak lagi membuat onar, malah bersahabat dengan unggas-unggas lain. tak ada lagi keributan di kandang. tak ada lagi bebek-bebek yang berkelahi dengan si putih atau si jantan yang bertarung atau si betina yang lari ketakutan. semua aman dan baik-baik saja. kini kami membiarkan si putih hidup tenang di kandang dengan menerima fasilitas yang sama dengan warga pribumi tanpa ikatan di kaki lagi. mengikat kaki sebagai konsekuensi pada siputih ternyata berdampak positif. mungkin si putih sudah menyesal dan bertaubat atas kesalahannya sehingga ia memutusakan berubah.

aku jadi berfikir, mungkin seperti itulah kehidupan manusia, ketika kesalahan terus menerus dilakukan, bersiaplah menerima konsekuensi dan mempertanggungjawabkannya pada sang Khalik. ketika pasrah dan ikhlas menerima serta menjalankan konsekuensi tersebut, lalu menyesal, bertaubat dan berubah, maka insya Allah kehidupan akan lebih ramah dirasa, bebanpun seakan lebih ringan terpikul dan kenikmatan terasa semakin bermakna.

hikmah lain yang ku petik adalah tak selamanya tali pengikat itu berefek buruk (kek cerita para motivator tentang gajah afrika yang kakinya di rantai) membuat kita tak bisa maju dan hanya terkungkung dalam ruang terbatas. jika memandang dari sudut berbeda, ternyata tali pengikat bisa membuat hidup lebih terarah, membuat emosi lebih terkendali, lebih bisa menghargai orang lain, semakin berhati-hati dalam berbuat dan lebih bertanggung jawab dalam kebebasan. kalau seekor ayam yang tak dikaruniai akal saja bisa berubah lebih baik, mengapa kita manusia yang dianugrahi akal dan perasaan masih tetap bertahan dalam kondisi yang merugi???




6 comments:

MUHAIMIN A UNTUNG mengatakan...

iya sepakat. Seandainya begitu yah, setiap orang akan berubah ketika dapat efek jerah dari perbuatannya dan orang yang melihat perbuatan itu tidak mengulanginya. Maka indahlah dunia ini, saling menghargai dan saling tolong menolong.

Nur Kholis Mansur mengatakan...

ya... sesuatu yang buruk menurut kita, belum tentu akan selamanya buruk..

nice story..!

zies for you mengatakan...

Segala sesuatu itu pasti ada hikmahnya...

Rima Aulia mengatakan...

IM

yup... efek jera,itu yang masih langka di bumi ini..

Rima Aulia mengatakan...

Nur Kholis...
sepakat, coa Allah yang maha tahu mana yang terbaik bagi hambanya

Rima Aulia mengatakan...

zies for you...
spakat, hikmah dan pelajaran bagi hamba2 yang berfikir