Senin, 31 Oktober 2011

Ketika "Mereka, Aktivis Simbolis" Lebih Nyaman Dengan Citra


Saat sebuah gerakan masih berkutat dalam pertukaran dan peperangan konsep/wacana, biasanya akan banyak pihak-pihak yang sangat mahir dalam hal wacana dengan serta merta akan siap menyatakan dirinya bergabung.

Namun disaat sebuah gerakan mulai melakukan peperangan sesungguhnya, maka dengan sendirinya filter alam itu mulai beraksi.
Siapa yang bergabung karena nyaman dengan citra dan siapa yang terpelantng karena tidak kuat dengan serangan pihak lain.

Yang terkadang membuat lucu adalah para pencari citra kemudian mencap bahwa gerakan tersebut sudah tidak lagi sejalan, padahal dirinyalah yang sebenarnya tidak kuat mendapat serangan, siksaan, cercaan dan kadang fitnahan.

Maka tidak heran, ada sebagian pihak ingin selalu melakukan nostaligia masa lampau sebelum tahun 99.
Mereka ingin suasana nyaman mengaji dengan menyimpan sandal, kemudian pulang kerumah menjadi pribadi eksklusif, tetangga tak ada yang mengenal dan kemashlahatan dirinya dalam lingkunganpun seakan tak ada. Jadi ada atau tidaknya ga terlalu berpengaruh banyak.

Ada juga sisa-sisa kekanak-kanakan lainya, yang menjadi pribadi-pribadi yang bangga dengan label "ASAL BEDA".

Kini setelah gerakan itu sudah sangat dekat dengan pusat-pusat sumber kabathilan, maka resistensinya sungguh lebih dahsyat, bahkan tidak jarang mengancam nyawanya dan berbagai agenda fitnah yang mengerikan siap mengintainya.

Bila saat dalam berwacana, menginjak2 foto tokoh yang dianggap sumber kebathilan adalah kebanggaan tersendiri.
Bila kena pentung polisi, seakan menjadi mujahid yang luar biasa.
Bila dahulu saat membakar foto tokoh kebathilan, seakan telah berhasil, seakan kebathilan telah musnah.

Itulah generasi simbolis yang memang diciptakan sebagai pelaku simbolis dan nyaman dalam wacana simbolis.

Anehnya kini, saat kini sebagian besar arus berusaha terus menghantam pusat kekuasaan, dengan segala konsekuensinya yang tentu saja mereka yg selama ini bercokol tidak akan tinggal diam, sebagian dari aktivis simbolis lebih memilih menghujat dan lebih percaya kepada media. dibanding terhadap saudara.
Padahal sejatinya, merekalah yang cengeng dan takut dicap oleh fitnah, mending melepas baju gerakan dan ikut2an menjelekkan, daripada kena getah kejelekan. katanya

 oleh Arif Hanggara pada 13 Oktober 2011 jam 18:08

WebRepPredikat secara keseluruhan

Senin, 24 Oktober 2011

ku tak ingin menjadi "bukan siapa-siapa"

Hari ini yang ku nanti…
Saat lembaran-lembaran iman saling terpaut
Membentuk garis-garis ukhuwah
Sketsa impian masa lalu, kini nyata terekam dalam pita batinku…
Segenggam ghirahMu bagai batu bara menyala pada permukaan tungku,
Berkawan dengan api…
Saat ku terlelap, bara itu kian menyala!
Menyilaukan,
Pesonanya memukau menerangi seantero jagat raya, memukau dalam peraduan cintaNya…
Lentera-lentera zaman menyatu terselimuti asa-asa tak terperi,
Mencipta senyum menyemaikan benih-benih wasilah…
Damainya pelita arsy-Mu menggoda, mengusik kelalaianku
Sejenak merenungi,
Ku terjaga akan Rumah-Mu di sana…
Segudang perih menusuk jiwa,
Menghunus tajam dalam dada!
Ingatan menerbangkan ruhku pada bayi-bayi yang terkapar tak berdaya!
Semangkuk suara-Mu membisikkan nyawa-nyawa melayang oleh sabetan pedang…
Hatiku, menjerit!
Pandanganku mendadak nanar
Amat kentara di ujung lensa mataku,
mayat-mayat menjerit!
Mengaduh kesakitan… terlukis dalam untaian tinta darah bercecer
Membeku dalam kalbu
Mengakar dalam sangkar.
Jangkar-jangkar berakar meniupkan kabar
Menyangsikan bayi-bayi syahid menggema takbir,
Mengenangnya, tak sekedar menyayat hati mengguratkan kepiluan lara…
Rekaman setengah abad lampau, menyulut imanku!
Saat kobaran api dipercikkan zionis Dennis Rohan di al-Quds,
Api itu kini sudah padam seutuhnya! TIDAK!
Lalu, apakah kau rela menjadi “bukan siapa-siapa” dalam memoar ini?
Rasa cemburu berkobar pada tangan-tangan zionis laknatullah…
Gelegar dahsyat jet-jet tempurmu, tak kan mampu menggedor kekokohan imanku…
Komitmen ini kami bangun, menjulang tinggi, membangun tembok-tembok peradaban!
Memecah lingkaran-lingkaran keangkuhan…
Seucap doa kita menyimpan seribu kekuatan untuk mereka mujahid sejati…
Karena kita “siapa-siapa”

*bismillah ikhwah puisi ini saya buat khusus untuk Palestina tercinta. Juga untuk saling mengingatkan tentang sebuah tempat yang sangat bersejarah, yang kini menjadi proyek yahudisasi Al-Aqsha. Relakah jika kiblat pertama kita roboh? Digerogoti puluhan galian bawah tanah Yahudi!. Ada ungkapan memuakkan dari Golda Meir, Perdana Menteri perempuan Israel yang juga satu dari 24 deklarator berdirinya negara Israel Laknatullah! “Hari terberat dan termudah dalam pemerintahanku adalah hari pembakaran masjid Al-Aqsha”. Apa kita hanya diam? Tentu tidak…Saya berharap puisi ini menjadi penggerak untuk “penggalangan dana” for renaissance Palestine pada Sarasehan ADK Se-Indonesia yang akan diadakan di UGM tanggal 28-30 Oktober nanti. Inilah saat yang tepat bagi kita untuk membantu secara nyata baik doa maupun materiil.
 
 

Lazuardi pecah

Lazuardi pecah!
Serpihan intan membara, memberangus hangus nurani busuk..
Takbir menggema, mengintip perih jiwa-jiwa menganga tanpa suka cita
Allahu Akbar! Allahu Akbar ! Allahu Akbar!
Bulir-bulir bening mengalir deras tak terperi
Allah nyata meridhai kami
Lalu apa yang kau takutkan, wahai tikus-tikus kecil?
Merengek, menciut ketakutan…
Wajahmu membiru kelabu tak seputih salju
Ini cerita bukan komedi kawan,
Ku dengar hatimu memekik pekik, menjerit pahit
Oleh tusukan celurit..
Ku lihat nuranimu ingin, aku tahu…
Tapi jendela itu tidak tak terlalu rapat kau kunci
Kau mengubur diri pada ilusi mati tanpa arti
Ini untuk ku. Ini untuk kami
Bukan elegi tapi tugas suci dari Rabbul Izzati
Menata hati, menata diri untuk sebuah arti
Tak memuji diri
Atau Berbangga diri
Tak lekas puas bak binatang buas
Ini Ciri dari mengawali bukan mengakhiri
Ridha Illahi senantiasa mengiringi
Sebuah inspirasi
Penggugah nurani sang haraki