Rabu, 23 Maret 2011

Mutiara Yang tersembunyi

Bismillahirrahmanirrahim..
Dimanakah aku akan menemukannya, sebuah mutiara di lautan terdalam yang tertutup pasir kehidupan? Dimanakah aku akan mendapatkannya, mutiara suci yang tak pernah tersentuh siapapun? Masih adakah dia untukku?’
“Ngelamunin apa sih bang?” aku menoleh ke belakang. Kudapati Nabila sudah ada di sampingku.
“Nggak ngelamunin apa-apa kok dik!”
“Cerita donk bang? Masa sama Nabila nggak mau cerita.”
“Abang lagi mikirin seseorang yang akan dampingi abang,”aku kembali menerawang langit pagi yang berwarna gelap. Hujan yang akhir-akhir ini sering mengguyur bumi, membuatku ikut terlena olehnya.
“Abang udah dapat calon?” Nabila langsung duduk dihadapanku.
“Belum!”
“Yah abang, kirain udah dapat calon. Belum ada calonnya tapi udah dibayangin segala,”kata Nabila protes.
“Abang bukan bayangin kecantikan atau fisiknya, dik. Tapi abang takut nggak kebagian wanita shalihah.”
“Wanita kan banyak bang, kenapa harus wanita shalihah kan susah nyarinya dijaman sekarang?”
“Susah karena mereka terjaga dengan baik, tersembunyi dengan sempurna sebelum ada laki-laki yang mendatangi dan menghalalkannya. Memang adik sendiri nggak mau menjadi shalihah?”
“Wanita mana yang nggak mau menjadi wanita shalihah tho bang!”
“Justru itu berarti memang masih ada harapan bahwa wanita shalihah itu ada, namun mereka bagaikan mutiara yang tersembunyi. Tinggal abang saja bisa kebagian atau nggak.”
“Kenapa abang takut nggak kebagian? bukannya laki-laki yang baik untuk wanita yang baik begitu pula sebaliknya. Kalau sampai mutiara tersembunyi itu nggak abang dapatkan keberadaannya, berarti abang memang nggak berhak untuknya atau bahkan abang nggak pantas mendapatkan mereka.”
Aku tertegun mendengarkan ucapan Nabila. Tepat sekali apa yang dikatakannya, bukankah Allah menjanjinkan wanita shalihah untuk laki-laki shalih. Kalau aku nggak mendapatkan wanita shalihah, berarti aku nggak shalih donk.
“Bang, berarti tugas abang sekarang harus bisa menshalihkan diri kalau mau mendapatkan wanita shalihah,”kata Nabila lagi.
“Kamu juga dik!”
Aku cengengesan melihat muka adikku cemberut, nasehatnya berbalik untuk dirinya juga.
***
Kutelusuri jalanan panas dengan kakiku menuju halte bus, menunggu bus ke tempatku mengajar menjadi rutinitasku setiap pagi.
Deg!
Seorang wanita cantik memakai jilbab berwarna merah muda, duduk di pojok halte. Aku berdiri tak jauh darinya. Aku kembali meliriknya, kemudian menatap ke depan. Lagi-lagi aku meliriknya, sepertinya dia curiga bahwa ada yang mengintip dirinya dari sudut mataku.
Aku beristighfar sambil menggelengkan kepalaku, apa yang aku lakukan? tak pantas aku meliriknya seperti itu, bukankah aku harus menjaga mata ini. Masyaallah..mataku terasa berat berpaling darinya, pasti pemberatnya adalah nafsuku yang dikendalikan syetan.
Aku bergegas menaiki bus yang telah kunanti. Tak bisa lepas pikiran ini tertuju pada wanita berjilbab merah muda tadi.
Yaa Allah, jauhkan aku dari nafsu yang mampu menodai cinta yang Kau anugrahkan padaku. Dia bukan milikku, tak pula aku miliknya. Bahkan kita tak pernah sekalipun bertemu sebelum ini. Maka jauhkan dia dari kelopak mata hatiku bila dia bukan jodohku.
***
“Dijodohin? sama siapa Ummi?”aku terkejut ketika ummi tiba-tiba mengajakku untuk melihat wanita yang akan dijodohkan denganku.
“Cihuy, abang Fadhil mau dijodohin!” Nabila ikut mengompori ummi.
“Udah ikut saja kamu, ndak usah banyak tanya-tanya. Nanti bisa langsung tanya sama orangnya.”
***
“Subhanallah, dia kan…”
“Kenapa bang?”
“Abang pernah bertemu dengannya di halte bus beberapa hari yang lalu.”
Aku melihat wanita berjilbab merah muda itu berdiri dihadapanku, sedang meletakkan minuman di meja untuk suguhan kami.
“Nah yang ini namanya Maya, dia adiknya Aisyah yang nanti jadi calonnya nak Fadhil kalau memang ‘jadi’ “kata umminya Maya.
Agak kecewa hatiku ketika tahu Maya bukan jodohku, padahal waktu pertama kali bertemu dengannya aku jatuh cinta padanya. Namun kuazzam kan kembali diriku, Allah telah mengatur skenarionya dan pasti sempurna. Aku yakin itu.
Seorang wanita keluar dari sebuah ruangan, dengan anggun berjalan perlahan menuju tempat orang tuanya duduk. Aku dengan cepat menundukkan pandanganku.
“Ini yang namanya Aisyah, nak Fadhil”
Aku mengangkat kepalaku untuk melihat Aisyah. Subhanallah..wanita yang sangat cantik dengan jilbab hijau yang membalut auratnya, kuakui kecantikannya melebihi adikknya. Inikah mutiara yang Allah sembunyikan, dan aku lah yang Allah pilih untuk menemukannya.
Ternyata janji-Mu adalah Pasti, yaa Robb. Kujaga pandanganku, kujaga kemaluanku, kujaga hawa nafsuku dengan syariat-Mu. Dan kini Kau berikan ganti dari kepayahanku dengan mutiara terindah. Mutiara yang Kau sembunyikan untukku, wanita shalihah yang selama ini kudambakan. Kini telah menjadi istriku.
Wallahua’lam bish shawwab.

-bukan muslimah biasa-

0 comments: